Mohon tunggu...
Syamril Al Bugisyi
Syamril Al Bugisyi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aktivis sosial, pendidikan, keagamaan dan pengembangan SDM di Kalla Group Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Berpuasa?

19 Juni 2015   15:31 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:39 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MENGAPA BERPUASA?

Puasa yang dilaksanakan setiap tahun sudah menjadi rutinitas. Hati-hati, sesuatu yang menjadi rutinitas sering kehilangan makna. Ibarat robot, mesin atau jam dinding yang rutin bekerja melakukan aktivitas. Tentu kita tidak ingin seperti itu. Oleh karenanya perlu kita merenungi pertanyaan “mengapa berpuasa?”

Metode “five whys analysis” untuk mencari akar masalah di Kaizen, dapat kita gunakan untuk mencari akar alasan dan hikmah. Why-1 : mengapa kita berpuasa. Jawabannya karena diperintahkan oleh Allah. Why-2 : mengapa Allah perintahkan? Jawabannya karena Allah menyayangi hamba-Nya. Why-3 : mengapa Allah sayang? Karena Allah ingin hamba-Nya senantiasa menjalani kehidupannya dengan sukses bahagia. Why-4 : mengapa puasa bisa membuat sukses dan bahagia? Karena puasa menyucikan jiwa dan membersihkan hati. Why-5 : mengapa menyucikan jiwa dan membersihkan hati dapat membuat sukses dan bahagia? Karena hati dan jiwa yang bersih akan mudah membedakan mana yang baik dan buruk sehingga kehidupannya akan senantiasa berada di jalan yang benar.

Bagaimana penjelasannya bahwa puasa itu menyucikan hati dan jiwa? Perhatikan eksperimen ‘sains’ ini.

Ambil gelas kosong dan isilah dengan air putih yang bersih. Masukkan sebatang pensil ke dalam gelas. Lihatlah batang pensil dari dinding gelas. Batang pensil akan terlihat dengan jelas.

Air putih bersih itu ibarat hati dan jiwa yang bersih. Batang pensil itu ibarat kehidupan baik atau buruk, benar atau salah. Jika hati dan jiwa bersih maka kita akan mudah membedakan baik-buruk, benar-salah. Itulah hati yang bercahaya, yang dikenal dengan nama hati nurani. Itulah jiwa yang tenang atau nafsul muthmainnah.

Rasulullah bersabda :

… "Wahai Wabishah, mintalah petunjuk dari jiwamu. Kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan dan menentramkan hati dan jiwa. Sedangkan keburukan itu adalah sesuatu yang meresahkan hati dan menyesakkan dada, meskipun manusia membenarkanmu dan manusia memberimu fatwa (membenarkan)." (Musnad Ahmad, no.180001)

Selanjutnya teteskan betadine ke dalam gelas tersebut lalu aduklah. Semakin banyak tetesan betadine yang dimasukkan maka warna air pun menjadi berubah. Tidak lagi bersih dan jernih. Masukkan kembali pensil ke dalam gelas. Sekarang pensil tidak terlihat dengan jelas.

Tetesan betadine yang mengotori air ibarat dosa dan maksiat. Semakin sering dan banyak melakukan dosa maka hati dan jiwa juga semakin kotor. Akibatnya tidak mampu lagi membedakan baik-buruk, benar-salah. Allah berfirman :

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy Syams : 8-10)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun