Entah dari mana awal sumbernya kini bergulir perlahan ‘reformasi hukum ‘ di Indonesia. Topik ini dilontarkan ke public terkait pemberantasan mafia hukum , makelar kasus alias markus dan carut marut seputar kasus Bibit & Chandra. Paling actual adalah kasus Wiliardi Wizar yang mengungkapkan adanya rekayasa BAP menjerat AntasariAzhar untuk ditimpakan sebagai intelektual daader, otak pelaku kasus terbunuhnya Nashruddin Zulkrnaen.
Wiliardi adalah saksi mahkota yang diajukan jaksa penuntut umum sebagai saksi yang memberatkan dakwaan ternyata didepan majelis hakim sidang Pengadilan berbalik meringankan terdakwa Antasari, dengan demikian kesaksiannya adalah kesaksian yang benar disbanding BAP sebagaimana dimaksud Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Kesaksianini menyeret beberapa nama petinggi kepolisian.
Sebelumnya kita saksikan pula secara live siaran TV, pemutaran rekaman hasil sadapan KPK terhadap Anggodo di sidang MK yang memunculkan kontroversi dan prasangka buruk terhadap institusi penegak hukum.
Demikian pula dengan Rapat Kerja Komisi III DPR RI yang riuh rendah dengan tepuk tangan dan gaya celatah celoteh, membicarakan materi substansi perkara,seolah oleh bukan sidang suatu institusi Negara, maka semakin kuatlah gagasan untuk melakukan reformasi hukum di Indonesia.
Pematangan situasi atau conditionings untuk melangsungkan ‘reformasi hukum’ nampaknya tinggal satu langkah lagi yaitu vonis sidang pengadilan. Manakala vonis yang dijatuhkan dianggap tidak memenuhi “rasa keadilan masyarakat” sepertimya hampir dapat dipastikan bahwa gelombang protes akan bergulung gulung bagai tsunami yang menggambarkan bahwa rakyat sudah tidak percaya lagi kepada hukum.
Krisis kepercayaan terhadap institusi Negara dan pemerintahan akan melebar kemana mana akan sangat merugikan kehidupan berbangsa bernagera, tidak bisa dianggap hanya sebagai proses ‘belajar berdemokrasi. Manakala perkembangan keadaan negeri ini cenderung menjadi chaos hendaknya jangan dianggap remeh. Keadaan chaos yang disebabkab konflik kepentingan untuk mendukung dilaksanakannya reformasi hukum di Indonesia. Lantas apakah salah jika dilakukan ‘reformasi hukum’ di Indonesia .
Pertanyaan diatas terasa agak kurang pas. Saya lebih cenderung mengajukan pertanyaan ; Siapakah yang akan melakukan dan menjalankan refromasi hukum itu?Tentu mereka yang mempunyai kekuataan luar biasa, mereka yang bisa memaksa siapa saja untuk tunduk patuh mentaati “hukum reformasi”. Nampaknya hanya kekuatan besar luar biasa yang bisa melakukan ‘reformasi hukum’ karena hal ini sangat mendasar dan berdampak sangat luas bagi bangsa ini.
Mungkin ada diantara kita yang mengatakan bahwa reformasi hukum hanya bisa dilakukan oleh kekuatan rakyat atau ‘people power ‘. Namun muncul lagi pertanyaan, siapa pula yang mengendalikanya? Atau adakah kekuatan lain yang menempel dibalik kupingsedang mengamati berbagai konflik dinegeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H