Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Tidak Menyesal Memasang JKW – JK

18 Mei 2014   22:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:23 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, ketika artikel ini saya publish belum ada keputusan resmi PDI-P dan koalisinya tentang figure cawapres. Saya juga berharap Rapimnas VI Partai Golkar yang sedang belangsung belum sampaipada ketukan palu terakhir. Rapimnas Partai Demokrat agaknya sedang menunggu keputusan Partai Golkar untuk tetap mengusung ARB sebagai Capres dimana SBY ingin “menitipkan” orang kepercayaanya kepada ARB.

Kedua; Beberapa jam terakhir misteri siapa Cawapres yang bakal mendampingi Pak Joko Widodo, memunculkan spekulasi yang semakin kencang. Tebakan nampaknya lebih banyak ke pasangan JKW-JK. Jika pasangan ini benar terwujud dan dari aspirasi serta keputusan para pemimpin PDI-P dan koalisinya. Terus terang saya khawatir keputusan memasang  JKW – JK akan “nyesel abis” kemudian hari. Mengapa?

Mari kita kembali pada catatan politik ketika Partai Golkar memulai melaksanakan konvensi untuk figure Capres Partai Golkar. Partai pemenang Pileg 2004 dengan dukungan suara 24.480.757 atau 21,59 suara sah. Perolehan kursi Partai Golkar 120 kursi (22,44%) mengalahkan PDI-P dengan 21.026.629 suara dan 109 kursi. Akbar Tanjung menggelar konvensi partai untuk menentukan siapa Capres Partai Golkar. Hasilnya yang terpilih bukan Akbar Tanjung sang Ketua Umum tetapi Jenderal  TNI (Purn) Wiranto.

Kader senior Jusuf Kalla ketika itu mengambil sikap mbalelo, tidak ikut konvensi tetapi menyatakan memilih untuk menjadi Cawapres bersama SBY Capres Partai Demokrat.  Dan mereka menang Pilpres 2004. Langkah Pak JK bukan tanpa pertimbangan politik, figur yang meyakinkan bahwa pendukungnya di Partai Golkar cukup kuat untuk menghadapi  Pak Wiranto, terutama Capres PDI-P, Bu Megawati.

Ketiga; Jika benar Jokowi berpasangan dengan Pak JK, kemungkinan sejarah akan berulang. Memilih JK sebagai Cawapres tentu sudah menghitung bahwa sebagian kader Partai Golkar masih kuat mendukung JK. Diharapkan Jokowi – JK akan menang dalam satu putaran saja melawan pasangan Prabowo – Hatta Rajasa.

Keempat: Lantas bagaimana dengan ARB dan Partai Golkar. Saya kira sikap politiknya sudah sangat jelas bahwa ARB dan Partai Golkar akan mendukung  siapapun pemenang . Jokowi – JK menang tetap akan menempatkan kader Partai Golkar di pemerintahan. Jika Prabowo – Hatta menjadi pemenang kader Partai Golkar pun tetap akan masuk di pemerintahan  Prabowo – Hatta Rajasa. Logikanya, baik JOKOWI-JK maupun Prabowo-Hatta tidak akan mencapai dukungan lebih dari 50% plus satu kursi di parlemen.

Bagaimana mungkin kader Partai Golkar akan mendapatkan bagian jatah forto folio menteri pada cabinet Jokowi-JK. Langkahnya sederhana kalau Jokowi - JK menang Pilpres 2014, langkah selanjutnya adalah Pak JK didorong untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar 2015-2020. Pasukan ARB akan mensponsori HM. Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada Munas Partai Golkar 2015. Komposisi dukungan politik di DPR menjadi terdiri dari PDI-P 109 kursi (19,46%) + Partai Golkar 91 kursi (16,25%) + PKB  47 Kursi (8,39%) + Nasdem 35 kursi (6,25%) = Hanura 16 kursi (2,86%).

Total kekuatan menjadi 298 kursi atau 53,21% kekuatan di DPR RI untuk menjamin stabilitas politik. Tapi seperti  kata mbah Kromo - Njer besuki mowo bea, tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan.  Pengorbanan untuk bisa saling dukung di parlemen masa tidak mau berbagi kursi menteri. Demi bekerjasama mencapai sejahterakan rakyat masa sih tidak mau berbagi.

Sejarah akan berulang seperti ketika SBY- JK menang Pilpres 2004. Langkah selanjutnya adalah JK menjadi Ketua Umum Partai Golkar pada Munas Bali 2005. Catatannya masih utuh, pasukan ARB nguluruk mendukung Pak JK untuk mengalahkan Akbar Tanjung. Pak JK mendukung ARB mengalahkan Surya Paloh dalam kontestasi Ketua Umum Partai Golkar 2010-2015.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun