Mohon tunggu...
Syam Asinar  Radjam
Syam Asinar Radjam Mohon Tunggu... Petani - petani

petani

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yang Mana daripada Prakerja

7 Mei 2020   22:56 Diperbarui: 7 Mei 2020   23:13 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wind Family (dok. syamar)

Kebun milik Tadashi Ueda kurang lebih 5 hektar. Di wilayah pedesaan Perfektur Tochigi. Dibuka sejak 40 tahun silam, ketika Tadashi dan istrinya memutuskan pulang kampung. Kebun itu mereka namai Wind Family Farm.

Ketika saya mengunjunginya, pada musim semi 2011 silam, Tadashi Ueda menceritakan kisah kebunnya. "Seeds are blown by the wind and spread all around. It develop the roots, grow and bear fruits. Someday, it become seed and will be blown by the wind. That's why I named my farm as Wind Family."  

Katanya, bulir benih-benih terbang bersama angin hingga menyebar ke segala penjuru. Kemudian mengakar, tumbuh, dan berbuah. Kelak, ia kembali menjadi benih dan kembali diterbangkan angin. Itulah kenapa kebun ini dinamai Wind Family.

Tadashi juga menyebutkan, benih yang ia maksud bukan hanya benih dalam pengertian botani, tetapi juga pengetahuan dan kebijaksanaan.

Wind Family tidak punya karyawan. Sepenuh waktu Tadashi dan Ueda bekerja di kebun. Bercocok tanam sekitar 100 jenis tanaman pangan, utamanya sesayur. Mereka juga memadukan dengan peternakan kecil sebagai penyedia bahan organik bakal pupuk. Ada sekitar 100 ekor babi dan 600 ayam petelur dan ayam kampung jenis shamo.

Meski dibantu mesin-mesin pertanian seperti traktor beragam ukuran, sistem pengairan otomatis, dan lain-lain, mengurus 5 hektar berdua saja bukanlah pekerjaan ringan. Ternak dan tanaman sayuran perlu pemeliharaan rutin. Belum lagi setiap minggu Tadashi mesti memanen dan mengantarkan sayur, daging, dan telur ke 200 orang pelanggan di kota dekat kebunnya.

Untunglah pemerintah Jepang memberi "subsidi" tenaga kerja. Wind Family boleh merekrut trainee, peserta pelatihan. Ada tiga orang ketika itu. Mereka adalah anak-anak muda yang mengganggur dan ingin belajar pertanian. Mereka mendaftar ke semacam Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah. Mungkin sepadan dengan BLK milik kementerian tenaga kerja di Indonesia. BLK kemudian mengirimkan para peserta peserta latihan ini ke petani-petani organik yang butuh bantuan tenaga kerja.

Ureshipa

Ureshipa Farm (dok. Shikigami)
Ureshipa Farm (dok. Shikigami)
"Kehadiran trainee sangat membantu para petani," ungkap Toru Sakawa pemilik Kebun Ureshipa, tempat saya belajar permakultur. Padi usai dipanen ketika saya singgah ke sana, musim panas 2011.

Saya berjumpa dengan beberapa trainee yang membantu Toru. Mereka bilang menjadi trainee banyak dapat manfaat.

Bukan sekadar pengetahuan. Praktik langsung di lapangan di bawah panduan petani dengan keahlian mumpuni. Mendapat pengetahuan, kecakapan, keterampilan, hingga aspek lain seputar pertanian. Sedari kultur hingga bisnis tani. Sebab, selain bercocok tanam mereka juga ikut mengolah hasil panen.

Toru tak hanya menanam padi, buah, dan sayur. Ia juga memelihara hutan. Di bawah tegakan hutan cemara yang mengeliling Ureshipa, Toru membudidayakan jamur shitake. Rumahnya juga sebuah mini-pabrik pengolah pangan. Beras diolah jadi sembei (kue beras), kedelai difermentasi jadi miso, gandum diolah jadi mie soba, telur jadi mayones, dan lain sebagainya. Kesemua produk ini diserap konsumen yang memang telah jadi pelanggan.

Dengan kerja penuh waktu, para trainee tentu diganjar dengan penghasilan. Tapi bukan petani seperti Toru Sakawa atau Tadashi Ueda (Wind Family) yang membayar. Negara membayar. Lewat "BLK"yang ada ditiap perfektur. Berapa banyak? Kalau tak salah 1,2 juta yen per tahun. Kalikan saja 100 rupiah. Setiap trainee dapat ikut program ini selama 2 tahun.

Bertemu lagi dengan Toru Sakawa dan Yuki pada Australiasian Permaculture Convergence di Turangi, NZ (dok. syamar)
Bertemu lagi dengan Toru Sakawa dan Yuki pada Australiasian Permaculture Convergence di Turangi, NZ (dok. syamar)

Benih Bermutu

Para trainee yang belajar pada Toru Sakawa, Tadashi Ueda, atau sejumlah petani senior yang kebun mereka saya kunjungi, siap menjadi petani. Kelak ada membuka kebun sendiri seusai program. Ada yang bergabung ke perusahaan pertanian besar.

Seperti harapan Tadashi Ueda, para trainee ini serupa benih yang akan menyebar ke segenap penjuru, kemudian bekerja bersama komunitas masing-masing, menumbuhkan jiwa-jiwa wiratani ke pemuda lain sebagaimana mereka yang mereka dapatkan. Toru Sakawa dulu mengaku belajar bertani dengan cara "magang kerja" sebagai relawan di kebun orang.

Toru Sakawa tadi malam mengirim email. Kebijakan pemerintahan jepang terkait trainee magang di kebun petani telah berubah. Masih ada. Tapi syaratnya makin ribet. Petani masih bisa merekrut trainee, tapi  

Selamatkan 5,6 T
Pembekalan insan-insan terlatih macam ini agak mustahil dilahirkan melalui pelatihan a la kartu prakerja. Tak dapat ditelurkan oleh program menonton video tutorial dalam beberapa jam. Meski diberi nama pelatihan kerja. Sekalipun video itu berbayar.

Catatan kecil ini tidak diniatkan sebagai catatan perjalanan atau memoar kunjungan ke kebun teman. Ditulis sengaja karena adanya polemik penggunaan uang negara untuk jual beli video tuturial.

Pendidikan informal bagi calon tenaga kerja ala petani di kebun petani Jepang bisa ditiru-terapkan. Banyak petani di Indonesia perlu tenaga bantuan untuk mengoptimalkan lahan mereka. Mulai dari petani di perdesaan, hingga petani sayur di pinggiran kota. Bisa pertanian organik maupun tidak.

Para peserta pra-kerja bisa dimagangkan satu-dua bulan untuk membantu sekaligus belajar bercocok tanam. Dengan pengalaman dan pengetahuan terapan, para petani mampu jadi pelatih. Para peserta pra-kerja bekerja sepenuh waktu. Dibayar oleh negara. Lewat anggaran pra-kerja.

Dengan begini, petani terbantu. Penggarapan lahan optimal. Hasil panen meningkat. Para pencari kerja, korban PHK, para peserta pra-kerja mendapat pengetahuan berdasar praktik, keterampilan bertambah, dapat tunjangan pemerintah dalam bentuk tunai.

Sektor pertanian hanya satu contoh. Di masa pandemi, banyak sektor yang lumpuh. Beberapa bengkel terpaksa mengurangi karyawan. Kirim peserta pra-kerja untuk dilatih di bengkel. Dilatih bongkar-pasang mesin. Belajar ngulik otomotif, dll. Penjahit, tukang martabak enak, tukang pempek bisa jadi pelatih yang baik.

Masih banyak sektor atau bidang kerja lain yang dapat dipikirkan oleh para pemikir-pemikir dan perancang pra-kerja. Bila pagebluk sudah usai, lebih banyak lagi yang bisa dilibatkan. BLK-BLK ada di tiap kabupaten kota. Pusdiklat-pusdiklat milik pemerintah maupun swasta. Bahkan banyak SMK yang punya fasilitas praktik sangat memadai.

Intinya, ada skema yang lebih baik. Tanpa harus membiarkan uang negara sebanyak Rp 5.600.000.000.000 atau 5,6 triliun rupiah digarong hanya untuk jual beli video pra-karya eh pra-kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun