RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang yang kontroversi bagi rakyat Indonesia. Pasalnya undang-undang ini terlalu melemahkan banyak pihak terutama para buruh. Sejumlah aktivis turun ke jalan untuk menentang berbagai poin dari undang-undang tersebut, banyaknya dari para mahasiswa. Mahasiswa menjadi peran penting untuk menjadi penyambung lidah dari beberapa pihak yang ingin memberikan aspirasi nya pada pemerintah. Mirisnya, beberapa oknum yang bukan dari mahasiswa merusak beberapa porperti jalanan dengan menunggangi nama mahasiswa.
      Menurut Fraksi Rakyat Indonesia dalam keterangan pers, Selasa (6/10/2020), setiap pasal-pasal dalam RUU Omnibus Law justru menunjukkan negara mengabaikan hak rakyat untuk hidup bermartabat dan justru mempercepat perusakan lingkungan.
      Sebelum memberikan statement tidak setuju pada RUU Cipta Kerja, baiknya kita mengetahui terlebih dahulu poin-poinnya. Berikut poin-poin yang terdapat dalam RUU Cipta Kerja:
- Jam Kerja/Hari Libur
- Jam Kerja
- Waktu kerja lembur menjadi 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. Pada UU sebelumnya, disebutkan waktu kerja lembur paling banyak hanya 3 jam per hari dan 14 jam per minggu.
- Hari Libur Mingguan
- Hari libur bekerja atau istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja. Artinya, dalam seminggu hari kerja sebanyak 6 hari itu liburnya 1 hari. Ini berbeda dengan UU 13/2003 yang mencantumkan bahwa istirahat mingguan sesuai Pasal 79 ayat (2) huruf b ada 2 pilihan, yakni istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam satu minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam satu minggu.
- Istirahat Panjang
- Tidak ada kewajiban bagi perusahaan atas pemberian istirahat panjang. Jadi, hak cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja/buruh yang sudah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus yang selama ini berlaku di UU sebelumnya itu diserahkan sebagai kewenangan perusahaan.
- Cuti Haid
- Tidak tercantum cuti haid bagi perempuan di hari pertama dan kedua. Namun, belum bisa dipastikan apakah pasal terkait hak cuti haid diubah atau dihilangkan.
- Cuti Hamil/Melahirkan
- Tidak tercantum mengenai cuti hamil dan melahirkan. Namun, sama seperti pasal cuti haid, belum bisa dipastikan apakah pasal terkait hak cuti hamil/melahirkan diubah atau dihilangkan.
- Hak menyusui
- Tidak tercantum mengenai hak cuti menyusui. Pasal ini juga belum bisa dipastikan apakah diubah atau dihilangkan.
- Status Pekerja/Karyawan
- Pasal mengenai PKWT yang ada di UU Ketenagakerjaan dihapus. Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang syarat Pekerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
- Upah
- Aturan mengenai pengupahan diubah menjadi 7 kebijakan, diantaranya :
- Upah minimum
- Struktur dan skala upah
- Upah kerja lembur
- Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu
- Bentuk dan cara pembayaran upah
- Hal-hal lain yang dapat diperhitungkan dengan upah
- Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya
Sebelumnya dalam Pasal 88 ayat (3) UU Ketenagakerjaan disebutkan ada 11 kebijakan pengupahan. 4 ketentuan terkait pengupahan pada UU 13/2003 yang dihapus dalam UU Cipta Kerja ini adalah:
- Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
- Upah untuk pembayaran pesangon
- Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
- Denda dan potongan upah
Sedangkan ketentuan dalam RUU Cipta Kerja, meliputi:
- Upah Satuan Hasil dan Waktu
Dalam UU Cipta Kerja ini, diatur mengenai upah satuan hasil dan waktu. Upah satuan hasil adalah upah yang ditetapkan berdasarkan satu waktu seperti harian, mingguan atau bulanan. Ini termasuk juga upah per jam. Upah satuan hasil ini ditetapkan berdasarkan hasil dari pekerjaan yang telah disepakati.
- Upah Minimum
- Di UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, upah minimum disebutkan hanya berupa Upah Minimum Provinsi (UMP). Artinya, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tidak digunakan lagi. Sehingga penentuan upah minimum berdasarkan provinsi atau UMP.
- Rumus Penghitungan Upah Minimum
- Dalam menghitung besar upah minimum, dalam UU Cipta Kerja digunakan rumus:
UMt + 1 = UMt + (UMt) x % PEt)
Keterangan:
UMt: Upah minimum tahun berjalan
PEt: Pertumbuhan ekonomi tahunan
Tidak memasukkan perhitungan inflasi, tetapi menjadi pertumbuhan ekonomi daerah
Rumus penghitungan upah minimum dalam UU 13/2003 adalah:
UMt + {UMt, x (INFLASIt + % PBDt)}
Keterangan:
UMt: Upah minimum yang ditetapkan
UMt: Upah minimum tahun berjalan
INFLASIt: Inflasi tahunan
PDBt: Pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahunan
- Bonus
Pada UU Omnibus Law Cipta Kerja diatur mengenai pemberian bonus, atau penghargaan lainnya bagi pekerja sesuai masa kerjanya. Sementara itu dalam UU ketenagakerjaan sebelumnya tidak diatur terkait dengan pemberian bonus ini.
- Pesangon
Berikut beberapa poin mengenai pesangon dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja dibanding UU Ketenagakerjaan:
Uang Penggantian Hak
Tidak ada uang penggantian hak dalam UU Cipta Kerja. Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan mengenai uang penggantian hak ini diatur dalam Pasal 154 ayat (4).
Uang Penghargaan Masa Kerja
Tidak ada uang penghargaan masa kerja 24 tahun dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Sebelumnya, dalam UU 13/2003 ini terkait pemberian uang penghargaan bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 24 tahun atau lebih menerima uang penghargaan sebanyak 10 bulan upah, yang tercantum dalam Pasal 156 ayat (3).
Uang Pesangon
Terkait pesangon dalam UU Cipta Kerja adalah sebagai berikut:
- Tidak ada uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena surat peringatan
Tidak ada uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena peleburan, pergantian status kepemilikan perusahaan
Tidak ada uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan merugi 2 tahun dan pailit.
Tidak ada uang santunan berupa pesangon bagi ahli waris atau keluarga jika pekerja/buruh meninggal
Tidak ada uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena akan memasuki usia pensiun.
Sedangkan aturan mengenai uang pesangon dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 sebagai berikut:
Pesangon harus diberikan pada pekerja/buruh yang di PHK karena melakukan pelanggaran setelah diberi surat peringatan yang diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian perusahaan atau perjanjian kerja sama (diatur dalam Pasal 161).
Pesangon harus diberikan pada pekerja/buruh yang di PHK karena perubahan status atau penggabungan perusahaan maupun perubahan kepemilikan perusahaan, sebesar 1 kali gaji, uang penghargaan masa kerja 1 kali, uang penggantian hak (diatur dalam Pasal 156).
Pesangon diberikan pada pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan merugi dan pailit (sesuai Pasal 164 dan 165)
Pemberian uang santunan pada ahli waris atau keluarga pekerja jika pekerja/buruh meninggal dunia.
Pesangon diberikan pada pekerja/buruh yang di PHK karena memasuki usia pensiun. Pesangon diberikan sebanyak 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak (sesuai Pasal 156 dan 167).
Jaminan Sosial
Pengaturan mengenai jaminan sosial dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja dan UU 13/2003 diantaranya:
Jaminan Pensiun
Tidak ada sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program jaminan pensiun. Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan diatur bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program jaminan pensiun akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000 dan paling banyak Rp500.000.000.
Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Adanya pengaturan program jaminan sosial baru, yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan prinsip asuransi sosial. Jaminan kehilangan pekerjaan ini sebelumnya tidak diatur dalam UU 13/2003.
PHK
Berikut perbedaan ketentuan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diatur dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja 2020 dibanding UU Ketenagakerjaan ini. Dalam UU 13/2003, ada 9 alasan perusahaan boleh melakukan PHK, diantaranya:
Perusahaan bangkrut
Perusahaan tutup karena merugi
Perubahan status perusahaan
Pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja
Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat
Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
Pekerja/buruh mengundurkan diri
Pekerja/buruh meninggal dunia
Pekerja/buruh mangkir
Sementara itu, pada UU Omnibus Law Cipta Kerja ini bertambah 5 poin lagi, sehingga totalnya menjadi 14 alasan yang memperbolehkan perusahaan melakukan PHK, yaitu:
Perusahaan melakukan efisiensi
Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan
Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang
Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh
Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan
Itulah poin-poin dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja 2020 yang perlu diketahui dan dipahami, baik pekerja pada umumnya, maupun secara khusus bagi Anda yang bekerja di bagian pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) atau Human Resources (HR) dalam perusahaan.
Dari poin-poin tersebut penulis dapat mengambil kesimpulan untuk kelebihannya bahwa undang-undang ini dapat meningkatkan kualitas karyawan dan lebih memperhatikan lagi terhadap kinerjanya. Namun undang-undang ini terlalu melemahkan rakyat Indonesia sehingga menjadi kekurangan untuk undang-undang ini, seperti merugikan para buruh/pekerja, anti-lingkungan hidup, mengabaikan HAM, dan lain-lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H