Mohon tunggu...
Abdul Syakur
Abdul Syakur Mohon Tunggu... -

"Mumpung masih sehat, banyakin ibadat dan berbuat yang manfaat.\r\nKalo udah sakit, boro-boro ibadat, bawa diri aja kagak kuat."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Atas Nama Kasih Sayang

14 Februari 2015   06:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:13 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Atas nama kasih sayang, perzinahan dibiarkan. Itulah Valentines Day (VD). Dengan slogan hari kasih sayang, membentuk persepsi bahwa VD merupakan sesuatu yang baik dan patut diikuti. Siapa yang menolak VD berarti menolak kasih sayang. Siapa yang menentang VD merupakan orang kampungan, orang jumud, orang berpikiran kerdil, so alim, so suci, munafik, nolak di bibir tapi doyan. Pemutarbalikkan realitas kebaikan dengan keburukan. Yang buruk terkesan baik dan sebaliknya kebaikan ketinggalan zaman.

Cara pengubahan persepsi masyarakat ini merupakan bagian dari komunikasi massa. Emil Dofivat (1968) menyebut tiga prinsip dalam menggerakkan massa. Pertama tema-tema yang disampaikan harus disajikan dengan bahasa yang sederhana dan jelas. Kedua, gagasan yang sama diulang-ulang berkali-kali dengan cara penyajian yang mungkin beraneka ragam. Ketiga, penggunaan emosi secara intensif. Emosi itu antara lain kebencian, rasa belas kasihan, perasaan bersalah, keinginan menonjol.

VD dikemas dengan kasih sayang merupakan tema berbahasa sederhana dan jelas. Siapa sih yang tidak mendambakan kasih sayang? Semua orang sejak terlahir di dunia pastinya membutuhkan kasih sayang. Bayi orok yang belum sempurna akalnya saja, sangat membutuhkan kasih sayang, apalagi ABG yang hatinya sedang berbunga-bunga, begitu disebut kasih sayang, mereka “melayang terbang.” Terbuai dengan slogan kasih sayang. Terjadilah pembenaran atas VD. Hilang logika kritis atas sejarah VD digemborkan. Tertanam persepsi, selama itu kasih sayang dari manapun dan cara apapun melampiaskannya merupakan hal yang lumrah untuk diikuti dan dituruti.

Slogan yang membuai perasaan membuat lupa diri. Lupa siapa dirinya,lupa agamanya, lupa dimana dia berada. Tema yang sederhana itu diulang-ulang, digemborkan berkali-kali melalui berbagai media. Dari televisi, radio, iklan, media sosial, internet, sms, WA, dan sebagainya, sehingga makin tertanam dan terhujam dalam alam pikiran. Dalam teori pengulangan, bahwa hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan menarik perhatian. Unsur “familiarity” (yang sudah dikenal) berpadu dengan unsur “novelty” (yang baru dikenal). Perulangan juga mengandung unsur sugesti yang mempengaruhi bawah sadar. Secara berulang-ulang VD dipersepsikan dengan kasih sayang yang berakibat mendorong timbulnya unsur sugesti yang mempengaruhi bawah sadar. Bahkan menurut Al Dous Huxley dalam brave New World bahwa kebenaran adalah kebohongan dikalikan dengan 62.000. Artinya bahwa VD yang asalnya bukan bermakna kasih sayang, saat dipersepsikan kasih sayang secara berulang-ulang dan bila sampai 62.000 kali pengulangan, maka akan terjadi pembenaran atas VD dan bisa jadi menjadi hal yang mesti diikuti oleh siapapun. Siapa yang menolaknya, mereka adalah orang yang tidak suka kasih sayang.

Di samping itu, agar semakin mantap persepsi tersebut, dilibatkan juga emosi massa secara intensif. Di mana-mana, di berbagai pusat perbelanjaan, di mall, di mini mart, slogan VD sebagai hari kasih sayang dan kebahagian digencarkan. Bahkan baru-baru ini, ada hotel yang memberikan discount bagi pasangan yang ingin chek in di hotel tersebut dalam rangkah VD.

Ya Rabbi, inilah tantangan umat Islam. VD bagi umat Islam merupakan suatu ujian yang berat. Karena atas nama kasih sayang menjerumuskan umat Islam kedalam lingkaran perzinahan. Khususnya remaja Islam. Di tengah-tengah keterpurukan moral dan lemahnya pemahaman terhadap ajaran Islam, VD digencarkan secara massif. Pada hal Islam sangat mengatur hubungan lelaki dan perempuan secara baik. Keteraturan hubungan tersebut, terkikis dengan gencarnya VD di kalangan remaja Islam. Ironisnya, slogan VD sebagai hari kasih sayang sudah merambah  pada tataran anak-anak setingkat pendidikan dasar. Baru-baru ini ramai di media sosial bahwa anak-anak setingkat SD sudah berpacaran dan saling mengungkap cinta yang seharusnya tidak terjadi pada seusia mereka. Bagaimana dengan para remaja?

Semua ini kembali kepada umat Islam. Gencarnya budaya Barat merambah ke dunia Islam menyebabkan perubahan persepsi dan pola pikir masyarakat Islam. Hal itu tidak bisa ditolak atau dihindari, yang ada adalah disikapi secara bijak sambil memperkuat keimanan invidu dan masyarakat. Dalam Islam sendiri telah ditetapkan tentang hukum masyarakat yang menyangkut perubahan yang dirumuskan dalam firman Allah SWT: …sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada pada diri mereka (sikap mental mereka)…(QS. Ar-Ra’du: 11).

Dari ayat di atas, ada dua pelaku perubahan, yakni Allah dan manusia. Dalam hal ini, Allah telah menentukan hukum-hukum perubahan di masyarakat secara pasti. Artinya, kaum manapun yang mengikuti hukum-hukum perubahan yang telah ditetapkan maka kaum tersebut akan mengalami perubahan sesuai dengan usaha kaum tersebut. Allah tidak menentukan kaum tertentu saja, tetapi kaum di sini adalah kaum secara umum. Nah, yang penting dari itu adalah bahwa umat Islam bila ingin berubah menjadi lebih baik, tetap harus mengikuti hukum-hukum perubahan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Dalam menghadapi gencarnya VD, umat Islam harus melakukan perubahan strategi dakwah di dalam internal umat Islam.  Bagaimana caranya umat Islam memilik anti body terhadap “penyakit” yang disebarkan dunia Barat. Sehingga segencar apapun slogan VD disebarkan di kalangan umat Islam tidak menimbulkan efek sedikitpun. Ibarat ikan di lautan, seasin apapun air laut tidak dapat mengasinkan ikan. Tentunya ikannya adalah ikan yang hidup. Umat Islam pun seperti itu, seheboh dan semanis apapun budaya Barat, tidak akan mengubah perilaku dan pola pikir umat Islam karena jiwanya hidup dengan keimanan dan ketakwaan.

Jadi, para ulama mesti terus mencari metode dan sterategi dakwah yang bisa membentengi umat Islam dan bisa pula membuat Islam itu indah dan siapapun yang memandang keindahan umat Islam tertarik untuk masuk ke dalam Islam. Wallahu ‘Alam…!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun