Secara prinsip, program Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat merupakan program yang baik. Melalui program ini, masyarakat didorong untuk memiliki rumah sendiri. Namun, jika dilihat dari besaran potongannya, mampukah setiap pekerja yang dipotong gajinya setiap bulan bisa memiliki rumah? Itulah yang belum bisa terjawab sepenuhnya.
Program Tapera dimaksudkan sebagai solusi untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah dalam memiliki rumah. Dengan adanya potongan gaji yang dialokasikan untuk tabungan perumahan, diharapkan setiap peserta program dapat mengumpulkan dana yang cukup untuk membeli rumah dalam jangka waktu tertentu. Namun, implementasi program ini tidaklah semudah yang dibayangkan.
Salah satu kendala utama dalam pelaksanaan program Tapera adalah besaran potongan gaji. Banyak pekerja merasa bahwa potongan ini cukup memberatkan, terutama bagi mereka yang memiliki penghasilan pas-pasan. Potongan sebesar 3% dari gaji, yang terdiri dari 2,5% kontribusi pekerja dan 0,5% kontribusi pemberi kerja, dianggap masih belum proporsional dengan manfaat yang diterima.
Selain itu, ketidakpastian mengenai apakah dengan potongan tersebut setiap pekerja benar-benar bisa memiliki rumah juga menjadi pertanyaan besar. Dengan harga properti yang terus meningkat, terutama di kota-kota besar, banyak yang meragukan efektivitas program ini dalam membantu mereka yang berpenghasilan rendah hingga menengah. Harga rumah yang semakin mahal membuat tabungan yang dikumpulkan melalui Tapera seringkali masih jauh dari cukup.
Lebih lanjut, program ini juga menghadapi tantangan dari segi anggaran negara. Kebijakan yang diambil pemerintah seringkali dianggap terkesan dipaksakan, terutama karena negara berada dalam kondisi keuangan yang kurang stabil. Banyak pihak menilai bahwa dana yang dialokasikan untuk program ini belum mencukupi untuk memenuhi target yang diharapkan.
Kebijakan yang diambil pemerintahan Presiden Jokowi dalam hal ini juga mendapat banyak kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa kebijakan ini terkesan dipaksakan tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi negara yang sedang tidak stabil. Selain itu, kebijakan ini diterapkan di akhir masa jabatan, yang menimbulkan spekulasi mengenai keberlanjutannya di masa pemerintahan berikutnya.
Di sisi lain, beberapa kalangan menilai bahwa program Tapera adalah langkah yang perlu diambil untuk mengatasi masalah perumahan di Indonesia. Dengan adanya program ini, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam membantu masyarakat memiliki rumah. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada pelaksanaannya yang efektif dan dukungan dari berbagai pihak.
Sosialisasi yang kurang memadai juga menjadi kendala lain dalam pelaksanaan program Tapera. Banyak pekerja yang belum sepenuhnya memahami mekanisme dan manfaat dari program ini. Hal ini menyebabkan kurangnya partisipasi dan dukungan dari masyarakat. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang lebih intensif agar masyarakat lebih memahami dan mendukung program ini.
Selain itu, ada juga tantangan dari segi infrastruktur dan administrasi. Proses administrasi yang rumit dan birokrasi yang panjang seringkali menjadi hambatan dalam pelaksanaan program-program pemerintah. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat menghambat efektivitas program Tapera dalam membantu masyarakat memiliki rumah.