Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Razia Cukur Rambut di Sekolah: Perspektif Orang Tua dan Alternatif yang Lebih Baik!

13 September 2023   02:45 Diperbarui: 13 September 2023   02:54 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda mendengar tentang razia cukur rambut di sekolah? Itu adalah topik yang sering menimbulkan berbagai pandangan dan perdebatan. 

Mari kita bahas lebih dalam tentang apa yang terjadi di balik tindakan kontroversial ini dan mengapa penulis, sebagai seorang orang tua, merasa bahwa ada sisi yang harus diperhatikan lebih jauh.

Mari kita mulai dengan mendefinisikan secara sederhana. Razia dalam konteks pendidikan adalah tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh sekolah untuk membuat siswa merasa jera. Dalam kasus ini, pemaksaan tersebut berhubungan dengan rambut siswa. 

Biasanya, sekolah akan memerintahkan para siswa yang rambutnya sudah terlalu panjang untuk mencukur rambut agar tampil lebih rapi.

Kepala siswa yang dicukur anggota Babinsa di Purwakarta. (Foto: Dian Firmansyah/detikJabar)
Kepala siswa yang dicukur anggota Babinsa di Purwakarta. (Foto: Dian Firmansyah/detikJabar)

Pengalaman yang Tidak Terlupakan

Sekarang, mari kita masuk lebih jauh ke dalam perspektif penulis. Seperti yang sudah Anda ketahui, penulis adalah seorang orang tua yang memiliki anak-anak yang mengenyam pendidikan di sekolah. Pertanyaannya adalah, apakah penulis setuju dengan razia cukur rambut di sekolah? 

Jawabannya sederhana: tidak.

Ada beberapa alasan mengapa penulis merasa demikian. Pertama-tama, razia cukur rambut dapat membawa dampak psikologis yang serius pada anak-anak. 

Bisa Anda bayangkan bagaimana perasaan anak Anda jika tiba-tiba harus mencukur rambut sebagai hukuman di depan teman-temannya? Itu pasti membuat mereka merasa malu dan terganggu. 

Ya, seperti aksi cukur rambut yang dilakukan Babinsa terhadap para murid sekolah di Purwakarta yang memicu penolakan para orang tua.

Ketidakpastian Hasil

Permasalahan lainnya adalah hasil dari cukuran rambut tersebut. Biasanya, sekolah tidak memiliki tukang cukur profesional untuk melakukannya. 

Bisa jadi, hasilnya seringkali berantakan dan jauh dari tampilan yang diharapkan. Ini bisa berdampak pada harga diri anak-anak yang harus menjalani tindakan tersebut. Rambut yang sudah dicukur secara sembarangan tidak bisa tumbuh kembali dalam semalam.

Pentingnya Komunikasi dengan Orang Tua

Dalam pandangan penulis, jika sekolah berencana melaksanakan razia cukur rambut, komunikasi dengan orang tua adalah hal yang sangat penting. 

Orang tua adalah pihak yang memiliki hak untuk menentukan penampilan anak-anak mereka. Mereka harus diberitahu dan diajak berdiskusi sebelum tindakan semacam ini diterapkan. 

Keterlibatan orang tua adalah hal yang sangat penting untuk memastikan keputusan yang diambil sekolah mendapatkan pemahaman dan dukungan yang cukup.

Alternatif yang Lebih Baik

Daripada menggunakan cukur rambut sebagai hukuman sekolah, seharusnya sekolah mencari alternatif yang lebih positif dan mendidik. Ada banyak sanksi yang bisa diterapkan untuk mengajarkan siswa tentang tanggung jawab dan konsekuensi perbuatan mereka tanpa merampas privasi fisik mereka. Ini adalah pendekatan yang lebih sehat dan berkelanjutan daripada mencukur rambut anak sebagai hukuman.

Jadi, itulah cerita di balik perspektif dari orang tua tentang razia cukur rambut di sekolah. Penting bagi kita untuk memahami bahwa pendidikan seharusnya memberikan lingkungan yang aman dan mendukung bagi siswa. Dalam segala hal yang kita lakukan, kesejahteraan anak harus selalu menjadi prioritas utama. 

Kita harus mencari cara-cara yang lebih bijaksana dan mendidik untuk mengajarkan mereka tentang konsekuensi perbuatan tanpa harus merendahkan mereka secara fisik.

Sekali lagi, penulis ingin menegaskan bahwa komunikasi antara sekolah dan orang tua sangat penting. Keterlibatan orang tua dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi anak-anak mereka adalah hal yang wajib. 

Dengan begitu, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pertumbuhan positif anak-anak kita tanpa harus merampas privasi atau harga diri mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun