Ketika ada suatu pengalaman, disket yang saya gunakan untuk menyimpan data skripsi terpapar virus, bukan kepalang paniknya penulis saat itu. Beberapa bab yang sudah diketik hilang entah ke mana? Itulah bagian pengalaman yang tak bisa dilupakan.
Bahkan, soal skripsi pula yang belum juga disusun, dua orang teman yang kebetulan sudah bekerja di perusahaan tempatnya magang harus drop out, sehingga mereka tidak berhak mengikuti wisuda kelulusan.
Nah, sekarang ini, ketika skripsi sudah tidak lagi wajib atau bahkan dihapuskan sebagaimana yang keputusan dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, tentu saja setiap perguruan tinggi punya wewenang bagaimana menilai kelulusan mahasiswanya.
Jika skripsi tidak lagi menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa di perguruan tinggi, ada beberapa alternatif yang dapat dijadikan bukti atau ukuran kemampuan akademik dari seorang mahasiswa.Â
Kita bisa mengadopsi praktik yang sudah terbukti di negara-negara maju bisa menjadi inspirasi. Beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan, antara lain:
1. Proyek Akhir/Portofolio.
Mahasiswa dapat diminta untuk menyelesaikan proyek akhir yang mencerminkan pemahaman mereka tentang bidang studi tertentu.Â
Proyek ini bisa berupa penelitian, pengembangan produk, atau solusi untuk masalah yang relevan dengan bidang studi mereka. Mahasiswa dapat mengumpulkan hasil proyek ini dalam bentuk portofolio yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian mereka selama masa studi.
2. Tugas Terstruktur.
Perguruan tinggi dapat memberikan tugas-tugas terstruktur yang mencakup berbagai aspek materi kuliah. Tugas-tugas ini dirancang untuk mengukur pemahaman, analisis, dan sintesis mahasiswa terhadap materi yang diajarkan.