Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peringatan Keras Jokowi untuk Elite Politik: Jangan Ada Lagi Politik Identitas!

22 Agustus 2022   10:00 Diperbarui: 22 Agustus 2022   10:38 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial," kata Jokowi saat berpidato di Sidang Tahunan MPR, Selasa (16/8/2022). 

Petikan pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di atas merupakan bentuk keperihatinan dari kita semua bahwa di negeri ini, ternyata masih adanya upaya mendapatkan kekuasaan dengan jalan yang destruktif, cara yang benar-benar merusak kerukunan dan keberagaman kita sebagai bangsa. 

Jelasnya, politik identitas, politisasi agama, dan polarisasi sosial akan merapuhkan fondasi negara yang telah diperjuangan para pendiri bangsa hingga merdeka pada 17 Agustus 1945. 


Apa yang disampaikan Jokowi di atas merupakan peringatan keras kepada elite-elite politik, karena apa yang dilakukan hanya akan membuat demokrasi di negeri ini tidak akan pernah dewasa.

Oleh karena itu, Jokowi juga mengharapkan dukungan dari semua lembaga negara untuk menjaga dan membangun demokrasi di negeri tercinta ini, yang pada akhirnya akan memperkokoh ideologi bangsa.

Apa yang disampaikan Jokowi dalam pidato kenegaraan tersebut diapresiasi banyak pengamat. Salah satunya, Emrus Sihombing, yang mengatakan bahwa semua tokoh politik terutama yang akan berkompetisi pada pemilu nanti seharusnya mengharamkan politik identitas. 

Bagaimanapun, menurut Emrus, politik identitas yang disampaikan oleh kelompok tertentu untuk merugikan calon tertentu dan menguntungkan calon tertentu. Dampaknya, politik identitas ini bisa memicu konflik horisontal.

 "Kalau itu terjadi, akan sulit diredam. Negara ini berasaskan Pancasila, semua tumbuh karena kebersamaan. Setiap manusia berbeda antara satu dan lainnya, dan perbedaan itu harus dihargai," kata Emrus Sihombing, seperti dikutip di laman republika.co.id (16/8/2022).

Begitu juga apresiasi datang dari pengamat politik Bawono Kumara. Menurutnya, potensi politisasi identitas akan selalu ada dalam pemilu, terlebih lagi Indonesia memiliki kemajemukan etnis suku dan agama.

"Komitmen untuk menjauhkan diri dari politisasi identitas dalam Pemilu 2024 baik sekali apabila disuarakan oleh para elite politik, terutama mereka akan berlaga di dalam pemilihan presiden mendatang," ujar Bawono. 

Senada dengan para pengamat. Juri Ardiantoro, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan yang pernah duduk sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini, mengatakan politik identitas yang destruktif dan politisasi agama merupakan bahaya yang perlu diwaspadai bersama, terutama menjelang momentum politik. 

Alasannya, politik identitas dan politisasi agama dapat menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horizontal yang berkepanjangan.

 "Politik identitas dan agama yang dipolitisir adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat," ujar Juri, dikutip dari siaran pers KSP pada Rabu (17/8/2022).

Kompasianer, buat kita semua yang membaca tulisan ini, apa yang disampaikan Presiden Jokowi adalah bentuk keperihatinan bangsa ini terhadap praktik politik yang menyebabkan luka mendalam yang cukup lama. 

Karena itu, apa yang disampaikan Jokowi adalah bagian dari upaya bangsa ini untuk menjauhi hal-hal yang akibatnya sangat merusak fondasi kerukunan dan keberagaman bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika ini.

Kita tengok saja praktik yang terjadi di Pilkada DKI 2017 lalu. Menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti, politik identitas di Pilkada pada 2017 berdampak besar dan sangat berbahaya, dimana dampaknya hingga saat ini masih dirasakan masyarakat luas. Keterbelahan publik pun masih belum dapat dihilangkan. 

Ray Rangkuti/Kompas.com
Ray Rangkuti/Kompas.com

"Tidak selesai setelah gubernur ditetapkan di DKI Jakarta, sampai sekarang hampir belum bisa sembuh luka akibat politik identitas yang begitu marak dalam Pilkada DKI Jakarta," kata Ray dalam sebuah diskusi daring yang digelar Kamis (13/8/2020). 

Semoga kita semua memahami bahwa hanya persatuan dan kesatuan yang akan membuat bangsa ini semakin besar dan jaya. Lebih-lebih saat ini, semua kekuatan anak bangsa benar-benar diharapkan bersatu membangun kembali Indonesia untuk bangkit lebih cepat dan juga pulih lebih cepat dari pandemi yang menyengsarakan.

Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun