Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

EBT Butuh Kepastian Hukum agar Bisa Bergerak!

28 April 2021   14:41 Diperbarui: 28 April 2021   19:21 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel).(KOMPAS.com/ PRAMDIA ARHANDO JULIANTO) 

Hal ini merujuk dari  pertumbuhan pembangkit EBT dalam lima tahun terakhir 2015-2019, yang  hanya mencapai 400 mega watt (MW) per tahun, lebih rendah dari lima tahun sebelumnya 2010-2014 sekitar hampir 600 MW per tahun.

Terlebih lagi, pemerintah katanya, menargetkan bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, menurut Fabby Tumiwa, diperlukan sekitar tambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT sekitar 14-15 giga watt (GW) atau sekitar 3-4 GW per tahunnya.

Lebih jauh, Fabby Tumiwa mengatakan selama ini kebijakan terkait dengan EBT hanya diatur pada level peraturan menteri, baik soal harga maupun lainnya. Aturannya pun kerap berubah dan tidak konsisten, sehingga diperlukan aturan yang lebih tinggi. Jika melihat tren global, Fabby menyakini target bauran energi baru terbarukan tidak hanya sampai 2025, bahkan hingga 2050, itu akan mendorong dekarbonisasi untuk pembangkit listrik. 

Demikian pula kata Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati bahwa kepastian hukum ini diperlukan agar transisi energi dan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Tanah Air bisa berjalan, dan pada akhirnya target EBT bisa tercapai. 

"Kalau belum ada kepastian hukum, tidak akan beranjak ke mana-mana ini EBT," ungkapnya dalam acara dalam CNBC Indonesia Energy Conference: Membedah Urgensi RUU Energi Baru dan Terbarukan, Senin (26/04/2021).

"Indonesia memiliki sumber energi yang banyak (dalam bentuk) air, surya, bio energi, angin, arus laut, geothermal tapi pemanfaatannya belum optimal," tambah Nicke. 

Undang-Undang EBT ini sangat penting bagi Indonesia yang memiliki sumber daya EBT yang begitu melimpah. Bahkan, kita ini bisa dikatakan terlambat, karena beberapa negara ternyata sudah jauh-jauh hari memiliki payung hukum untuk EBT ini. Di antaranya, menurut CNBCIndonesia, ada sembilan negara yang sudah punya undang-undang khusus energi terbarukan, seperti Australia sudah ada sejak 2000, Jepang pada 2003, Tiongkok pada 2006, Sri Lanka pada 2007, Mongolia pada 2007, Filipina pada 2008, Korea Selatan pada 2010, Pakistan pada 2010, dan Malaysia pada 2011. 

Hal senada juga diutarakan Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo. Menurutnya, UU EBT ini menjadi penting bagi semua pihak agar transisi energi fosil ke EBT bisa berjalan dengan lancar,  yang mempertimbangkan keseimbangan antara pasokan dan permintaan serta kekuatan yang ada. 

“Jadi, transisi yang smooth diharapkan bisa juga menjadi bagian dari RUU EBT bahwa energi fosil akan dikurangi. Kami sudah siap,” kata Darmawan, seperti dikutip Iconomics.com (26/4/2021)


Nah, kalau tahun ini tidak kelar, maka kita akan semakin jauh tertinggal dalam pemanfaatkan EBT yang memang begitu mutlak untuk menghasilkan energi hijau bagi negeri ini. 

Ayo, para Wakil Rakyat di Senayan, jangan ditunda-tunda!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun