Di tengah masih mewabahnya virus Corona (Covid-19) di Indonesia, Pemerintah seringkali menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan segala aktivitas sehari-hari di rumah, seperti belajar, bekerja maupun beribadah.Â
Namun, hal ini tentu saja sulit untuk diterapkan bagi mereka yang selama ini bekerja di sektor informal, atau mereka yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan harian.
Ketika aktivitas dibatasi, para pekerja harian itu lebih memilih untuk pulang kampung, terlebih lagi waktunya yang berdekatan dengan Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Oleh karena itu, himbauan #janganmudik menjadi begitu dilematis. Di satu sisi, Pemerintah tidak menginginkan para pemudik itu menjadi musabab menyebarnya wabah Corona makin meluas hingga ke pelosok desa.
Sedangkan di sisi lainnya, mudik juga merupakan tindakan logis, khususnya bagi pekerja harian yang sudah tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya di kota.
Pertanyaannya, apakah para pemudik itu menyadari bahwa kehadirannya di kampung halaman, bisa membahayakan orang-orang yang mereka sayangi?Â
Jika mereka menyadarinya, tentu saja Pemerintah Jabodetabek, yang menjadi episentrum Covid-19 di Indonesia, bisa memberikan solusi, setidaknya memenuhi kebutuhan sehari-hari selama mereka tidak bekerja.Â
Inilah yang tidak begitu mudah, belum lagi kerabat mereka yang ada di kampung, biasanya berharap mendapatkan kiriman uang dari kota untuk Hari Raya. Lebih-lebih, mudik seakan sudah membudaya di sebagian masyarakat kita.Â
"Perlu saya sampaikan bahwa dari awal pemerintah sudah melihat mudik Lebaran ini bisa menyebabkan meluasnya penyebaran Covid-19 dari Jabodetabek ke daerah-daerah tujuan," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui sambungan konferensi video, seperti dikutip Kompas.com (9/4/2020).
Dengan kata lain, para pemudik itu sebaiknya menyadari atau diberikan kesadaran bahwa Virus Corona dapat dibawa dan ditularkan oleh seseorang yang sama sekali tidak menampakkan gejala gangguan kesehatan. Mereka itulah yang kita sebut sebagai Silent Carrier Virus Corona.