Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Susi, Janganlah Bersedih, Biarkan Kami Mengenang Ibu dalam Kebaikan!

25 Oktober 2019   11:01 Diperbarui: 25 Oktober 2019   11:10 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Meme Menteri Susui Pudjaistuti menenggelamkan kapal Pencuri Ikan/sumber: Kaskus.co.id

Susi Pudjiastuti, itulah salah satu sosok Srikandi  di Kabinet Indonesia Kerja, yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selepas Pilpres 2019, Jokowi kembali terpilih sebagai Presiden dengan KH Ma'ruf Amin sebagai wakilnya. Namun, tak semua Menteri kembali dipercaya Jokowi untuk membantunya di periodenya yang kedua ini, salah satunya Ibu Susi.

Tentu saja, hal yang membuat Ibu Susi tak lagi terpilih, bukan karena ketidakmampuannya dalam memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan. Bahkan, berdasarkan penilaian hasil riset media sosial, Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti dianggap layak kembali menjadi menteri di Pemerintahan Jokowi Jilid II.

Gebrakan Susi dalam lima tahun kepemimpinannya, yang begitu menyita banyak perhatian adalah caranya membuat para penangkap ikan ilegal jera, karena Susi tak segan-segan menenggelamkan kapal mereka.

Hal berani inilah yang membuat nelayan di negara-negara tetangga takut jika harus mencari ikan hingga ke perairan Indonesia.  Hasilnya, penangkapan ikan ilegal oleh kapal asing pun berhasil berkurang.

Mungkin saja, Presiden Jokowi punya pertimbangan tersendiri, dan menilai tantangan yang akan dihadapi bangsa ini di sektor kelautan dan perikanan akan jauh berbeda, sehingga dibutuhkan sosok baru yang dianggapnya lebih mumpuni, tak sekadar berani menegakkan hukum di laut.

Atau, apabila Anda berpikir politis, boleh-boleh saja, karena memang jumlah kuota menteri yang terbatas, sedangkan kekuatan politik yang harus diadopsi jumlahnya juga tidak sedikit.

Pokoknya, apapun alasannya, janganlah kita berpikir yang macam-macam, atau bahkan cenderung negatif.  Ikhlaskanlah apa yang sudah lepas, karena manusia pada dasarnya memang tak memiliki apa-apa.

Dalam lima tahun kepemimpinannya, kebijakan Susi Pudjiastuti yang menangkap dan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan, bisa dikatakan sebagai sesuatu yang berani. Hal inilah yang akhirnya membuat masyarakat begitu berat mengetahui ketika Susi Pudjiastuti tak lagi dipilih Jokowi sebagai Menteri.

Ilustrasi/Meme Menteri Susui Pudjaistuti menenggelamkan kapal Pencuri Ikan/sumber: Kaskus.co.id
Ilustrasi/Meme Menteri Susui Pudjaistuti menenggelamkan kapal Pencuri Ikan/sumber: Kaskus.co.id
Sebelum berakhir masa jabatannya, sepertinya Ibu Susi sudah memperkirakan bahwa dirinya tak akan lagi terpilih. 

Disadari, jabatan yang diembannya selama ini adalah jabatan politik. Ia pun mengakui jika dirinya tidak mahir berlaku sebagai politisi, karena memang latar belakangnya selama puluhan tahun sebagai CEO perusahaannya sendiri.

Menteri lulusan paket C ini, hanya bisa mengatakan, jabatan politik bisa jadi pintu masuk untuk banyak kepentingan. Lobi-lobi bisa terjadi karena kepentingan bisnis yang ada di baliknya. Baginya, kelautan dan perikanan, khususnya kegiatan yang terkait aktivitas ilegal di laut, bisa dikatakan sebagai bisnis besar.

"It's a big business. It's a big money and almost can buy everything with that money," ujar Susi, seperti dikutip di laman Kompas.com (24/9/2019). 

Ibu Susi, janganlah bersedih dengan apa yang telah terjadi. Apa yang Ibu telah lakukan selama lima tahun ini, telah membuat kami semua bangga. 

Karena itu, biarkan kami mengenang karya yang telah Ibu lakukan selama ini untuk bangsa dan negara ini.

Kita semua tak akan mengetahui apa yang akan terjadi dalam lima tahun kedepan, seandainya Ibu Susi tetap sebagai menteri. 

Bisa jadi, kapal-kapal pencuri ikan itu tak lagi berani datang, sehingga Ibu Susi tak lagi menenggelamkan kapal-kapal itu. 

Jika itu yang terjadi, masyarakat tak lagi melihat keberanian Ibu Susi. Bukankah kita semua memaklumi, bahwa masyarakat kita terkadang lebih mudah mengingat apa-apa yang buruk yang dilakukan orang, daripada sesuatu yang baik yang pernah dilakukan. Oleh karena itu,  peribahasa 'Bagai Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga" begitu populernya di masyarakat kita.

Meski Ibu Susi tak lagi terpilih sebagai menteri, ada hikmah yang begitu besar yang bisa kita ambil, yaitu bahwa kita semua akan mengingat atau mengenang kebaikan-kebaikan yang telah Ibu perbuat untuk bangsa ini, bukan hanya untuk para nelayan, tapi kita semua. 

Oleh karen itu, jangan bersedih Ibu, biarkan kami tetap mengenang apa yang terbaik yang telah ibu lakukan.

Salam dan terima kasih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun