Kita semua sudah menyaksikan secara terbuka sidang gugatan sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) yang berlangsung dari tanggal 14-21 Juni 2019, dan hasilnya akan diumumkan selambat-lambatnya 28 Juni 2019.
Gugatan yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Â Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi) ini, jangan terburu-buru dianggap sebagai bentuk perlawanan. Gugatan ini juga jangan lantas dianggap sebagai bentuk pemaksaan kehendak dari kubu 02.
Gugatan ke MK merupakan jalan akhir yang direstui Undang-Undang, sehingga hasilnya pun bukan justru merusak demokrasi, melainkan akan lebih menyempurnakan demokrasi itu sendiri.
Dalam hal ini, pasangan nomor urut 01 Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf) yang pada 21 Mei 2019 lalu ditetapkan sebagai pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan meraih 85.607.362 (55,50%) suara sah, bisa saja merasa kecewa dengan adanya gugatan kubu Prabowo-Sandi tersebut.
Bagaimana pun, ketika KPU menetapkan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang, sebagai pihak pemenang akan mempunyai waktu yang lebih longgar untuk menentukan komposisi kabinet dan persiapan-persiapan lainnya. Dengan adanya gugatan ini, tentu saja semuanya itu harus ditunda, dan menunggu hasil yang akan dikeluarkan MK. Bisa jadi, hasilnya ternyata tidak seperti yang ditetapkan KPU.
Namun, bagi Jokowi-Ma'ruf, gugatan BPN Prabowo-Sandi ini sebaiknya dipandang sebagai sebuah pembelajaran bahwa demokrasi di Indonesia belum bisa dianggap sempurna, sehingga masih harus terus diperbaiki. Apalagi, kedudukan Jokowi sebagai Presiden Petahana, tentu saja mempunyai resistensi tinggi bagi pendukung kubu 02. Dengan kata lain, Â gugatan BPN Prabowo-Sandi ke MK ini bisa dipandang sebagai upaya mengurangi resistensi tersebut.
Dengan jumlah pemilih Prabowo-Sandi sekira 68.650.239 (45,50%) suara sah, tentu bukan jumlah yang kecil, apabila aspirasi nya diabaikan, bukan tidak mungkin ketidakpuasan ini akan berdampak buruk bagi pemerintahan yang dijalankan Jokowi-Maruf.Â
Oleh karena itu, Â tuduhan adanya kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) memang harus dibuktikan oleh pihak Prabowo-Sandi di sidang MK sebagai langkah terakhir untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan presiden ini.
Jika kita mau berlapang dada dan menunjukkan sikap kenegarawanan kita dalam berdemokrasi, sesungguhnya dalam Pilpres 2019 ini tak ada satu pihak pun yang dikalahkan. Ketika rakyat sudah menentukan pilihannya, pasangan yang meraih suara terbanyak itu pun  harus mengayomi seluruh rakyat, termasuk rakyat yang tidak memilihnya.
Rakyatlah yang menjadi pemenang dari kontestasi pemilihan presiden ini. Kita semua berharap, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bisa mengayomi seluruh rakyat Indonesia, sehingga polarisasi atau perpecahan yang tercipta selama ini bisa hilang, dan kita semua bisa kembali bersatu menatap masa depan bangsa ini.
Salam dan Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H