Tak habis pikir, akhirnya berulah lagi. Itulah nada kekesalan saya, yang saya tujukan kepada calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto. Hal ini terkait manuver politik yang ditempuh  Prabowo Subianto pasca-Pemilu 2019.
Prabowo menyebut Pemilu 2019 dipenuhi dengan kecurangan. Indikasinya tak main-main. Berdasarkan data hasil quick count beberapa lembaga survei dan real count yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU), pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi), tampak kalah dalam jumlah perolehan suara dibandingkan pasangan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf), meskipun data real count KPU masih sementara.
Memang agak aneh, apabila dalam sebuah kontestasi, ada pernyataan bahwa hanya kecurangan yang membuat dirinya kalah. Pernyataan ini terlalu dangkal dan tidak bernalar, dan seakan menganggap dirinya begitu digdya dan tak bisa dikalahkan oleh siapa pun.
Mungkin, jika pikiran kita masih berada di era Orde Baru (Orba), kita semua akan sepakat bahwa tak ada seorang pun yang bisa mengalahkan Suharto di ajang Pilpres.
Dengan sistem politik saat itu, yang jauh berbeda dengan sistem saat ini, Suharto selalu terpilih menjadi Presiden meskipun Pemilu sudah dilangsungkan berkali-kali, di antaranya 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Saat itu, bisa saja kita mengatakan bahwa KPU dan Pemerintah curang, bahkan kecurangan yang dilakukan  begitu komplet, terstruktur, sistematis, dan juga masif. Namun, adakah orang yang berani mengatakan bahwa KPU atau Petahana curang? Tak ada yang berani, karena KPU saat itu memang berada di bawah kendali Pemerintahan Suharto. Bahkan, Suharto pun tak punya lawan tanding.
Oleh karena itu, jika Prabowo menuduh ada kecurangan dalam Pilpres 2019, berikanlah bukti-buktinya dan sampaikan protes itu kepada Bawaslu. Atau jika masih kurang puas, lakukanlah gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Itulah cara yang paling konstitusional dan juga elegan.
Seperti apa yang dikatakan putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, bahwa sikap menuduh curang, namun tidak memberikan bukti kecurangan, dan justru melakukan pengerahan massa, itu adalah cara yang tidak mencerminkan ketidakdewasaan dalam berpolitik dan berdemokrasi.
Untuk diketahui, lima tahun lalu, di Pilpres 2014, Prabowo juga mengatakan bahwa kekalahannya saat itu atas Jokowi-JK adalah karena adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan juga masif. Padahal saat itu, kedua pasangan yang berlaga adalah sama-sama pasangan baru, bukan melawan inkumben. Dan, Presiden saat itu adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang saat ini adalah mitra koalisi Prabowo Subianto sendiri.
Jadi, kemana dan kepada siapa sebenarnya kecurangan itu Anda tujukan, Pak Prabowo?
Salam dan Terima Kasih!
sumber:
Kompas.com (16/5/2019): "Yenny Wahid Nilai Manuver Prabowo Aneh, Bilang Curang Tanpa Bukti"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H