Apa yang terjadi pada BTP, bukan hal yang tidak mungkin bisa juga terjadi pada Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin. Di dalam politik, segala sesuatu yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Mungkin langkahnya tidak seperti yang dialami BTP.
Apa yang diucapkan BTP di Kepulauan Seribu, ternyata bisa juga dipolitisasi yang ujung-ujungnya beralihnya kekuasaan di DKI Jakarta. Bahkan, sebelum kejadian di Kepulauan Seribu itu, kekuasan BTP di Balaikota DKI pun sudah mulai digoyang beberapa ormas yang kemudian menjadi pelopor kemenangan Anies-Sandi di Pilkada 2017.
Masa-masa menjelang waktu pencoblosan merupakan masa yang kritis, khususnya bagi Jokowi-Ma'ruf. Memasuki masa ini, TKN Jokowi-Ma'ruf harus peka dan sigap mencermati keadaan. Jangan lengah sedikitpun, bahkan ketika kubu lawan memujinya sekalipun.
Mungkin saja, Pemerintahan Jokowi bisa sedikit menangkal isu global yang membuat nilai rupiah naik turun terhadap US Dollar, karena fundamental ekonomi kita yang bisa dikatakan masih kuat.
Namun, ada hal yang perlu diwaspadai, yaitu bagaimana Pemerintah menghadapi kejadian yang datang secara tiba-tiba, seperti bencana alam atau kecelakaan angkutan umum, seperti  kecelakaan KRL beberapa waktu lalu. Inilah yang punya potensi dipolitisasi kubu lawan.
Untuk diketahui, Indonesia adalah negara dengan potensi besar terjadinya gempa bumi dan tsunami. Selain itu, musim penghujan yang belum juga redah mengakibatkan beberapa wilayah terendam banjir. Bila kejadian-kejadian ini tidak disikapi dengan bijak, bukan tidak mungkin akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Bencana alam yang terjadi belakangan ini, mulai dari gempa di NTB, Palu, dan tsunami Anyer dan Lampung, setidaknya jika Pemerintah tak tanggap, maka musibah ini justru bisa dijadikan amunisi untuk menggerus elektabilitas petahana. Oleh karena itu, tentu saja kita menyesali jika di media sosial, bencana alam yang terjadi dianggap sebagai azab atas kepemimpinan Jokowi selama ini.Â
Oleh karena itu, apa yang dilakukan Jokowi pada beberapa wilayah bencana, boleh diacungi jempol. Namun, semua itu harus terus dimonitor hingga masyarakat setempat bisa kembali beraktivitas seperti sediakala. Jangan sampai ada masyarakat yang terabaikan, dan negara tak ada di saat-saat dibutuhkan masyarakat.
Begitu pula untuk KRL, secara sigap Pemerintah memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ada, sekaligus memperhatikan nasib para korban. Bahkan, Kemenhub juga menginstruksikan perusahaan penerbagan di Indonesia untuk sementara tidak menggunakan Boeing 737 Max 8 karena adanya kecelakaan Ethiopian Airlines. Apa yang dilakukan Kemenhub ini, mungkin dianggap sepele, namun masyarakat tentu mengapresiasinya.
Kalau mau jujur, mempolitisasi bencana alam atau pun kecelakaan untuk kekuasaan adalah hal yang tidak beradab. Namun, apa pun itu, seperti yang penulisan katakan di atas bahwa di dalam politik tidak ada yang tidak mungkin