Menurut Cendekiawan asal Australia tersebut, Pemilu ini digelar tanpa pengalaman berdemokrasi sebelumnya. Penyelenggaranya dilakukan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), yang terdiri dari orang-orang dari banyak partai.Â
Bahkan, di level pelaksanaannya, petugas partai yang ada di masing-masing TPS, ternyata masih banyak yang buta huruf, dan sedikit saja orang yang sudah bisa membaca.
"Indonesia berani mempertaruhkan proses Pemilu pada tingkat kecerdasan para penduduk desa yang buta huruf, dan... pertaruhan itu terbayar tunai," kata Irene Tinker dan Mil Walker, peneliti pemilu di Indonesia dan India, sebagaimana dikutip Feith. Â
Sebagai bangsa yang sudah lebih dari 70 tahun merdeka, tentu saja kita akan merasa malu bila nyatanya kita tak mampu melaksanakan pesta demokrasi itu secara damai, seperti yang diadakan di tahun 1955.
Indonesia adalah bangsa yang besar, yang telah mampu melewati cobaan berdemokrasi. Pemilu presiden 2014 sebelumnya, yang oleh banyak orang diprediksikan chaos, nyatanya juga bisa berlangsung dengan mulus.
Begitu juga kita semua berharap Pemilu 2019 bisa berlangsung secara damai. Meskipun, sejak awal, berseliweran hoax, fitnah, dan ujaran kebencian, kita tetap mengharapkan bahwa semuanya mematuhi uturan hukum yang berlaku, dan Pemilu 2019 bisa berlangsung secara damai, seperti yang juga menjadi harapan para penulis PepNews dalam deklarasinya sebagai berikut:
Â
Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha EsaÂ
Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Menulis dengan hati nurani
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!