"Dekat dengan cucu, dekat dengan anak, biasa-biasa saja. Normal-normal saja seperti keluarga yang lain. Masa gak boleh?" ujar Jokowi.
Curahan hati Presiden Joko Widodo (Jokowi) di atas adalah curahan hati layaknya yang biasa dirasakan seorang kakek ataupun seorang bapak. Curahan hati tersebut adalah hal biasa dari seorang manusia biasa yang merasa dibatasi oleh manusia lainnya atas hal-hal yang tak selayaknya dibatasi, kasih sayang seorang kakek kepada cucunya.
Rasanya tidak habis pikir, kedekatan Jokowi dengan cucu pertamanya, Jan Ethes Srinarendra, buah kasih Gibran Rakabuming Raka dengan  Selvi Ananda, dipersoalkan politisi kawakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid (HNW).
Entahlah, apa yang membuat salah satu calon Gubernur DKI Jakarta, yang pernah disisihkan Jokowi di putaran pertama ini mengatakan bahwa Jokowi memanfaatkan Jan Ethes untuk menaikkan elektabilitasnya, memanfaatkannya untuk kepentingan politik.
Ini Jan Ethes yg pernah sebut @jokowi, kakeknya, sbg "Artis" ya? Tapi bgmn kalau ini jadi legitimasi pelibatan anak2 dlm kampanye? Bgmn @bawaslu_RI masih bisa berlaku adil kah? https://t.co/g4BXbCTM9P--- Hidayat Nur Wahid (@hnurwahid) 26 Januari 2019
Faktanya, keakraban Jokowi dan cucunya itu dilakukan di luar kampanye, bahkan jauh-jauh hari sebelum masa kampanye Pilpres 2019.
Ungkapan HNW ini bisa dianggap sebagai cara membatasi kebahagiaan anak manusia yang belum genap berusia 3 tahun ini.Â
Atau bahkan, HNW mencoba membawa cucu pertama Jokowi ini ke ranah politik. Duh, jangan deh!
Janganlah membawa Jan Ethes dengan segala kelucuannya itu ke ranah politik. Karena apa yang terjadi bukanlah bentuk kampanye, jika mengacu pada aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).Â
Apa yang diperlihatkan Jokowi dengan Jan Ethes adalah bentuk kebahagiaan seorang kakek yang baru dikaruniai cucu, yang lahir 10 Maret 2016 lalu.Â