"Saya berkata pada diri saya, mereka itu kok enggak kapok-kapok? Saya sebetulnya sudah dari tahun lalu sudah ingin pensiun, karena tidak mudah. Apalagi seorang wanita menjadi ketua umum partai di republik ini," kata Megawati, dalam sambutannya dalam peresmian Kantor DPP Banteng Muda Indonesia, di Jalan Cianjur, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017).
Jika kita mencermati kutipan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Megawati Soekarnoputri di atas, secara sepintas kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa ada keinginan pribadi dari diri Ibu Megawati Soekarnoputri untuk segera pensiun dari dunia politik yang membesarkannya.
Namun, sepertinya Mega juga tak bisa berbuat apa-apa, apalagi harus menolak keinginan dari akar rumput yang memintanya untuk tetap memimpin PDI Perjuangan.
Adalah sebuah keniscayaan, apabila hingga saat ini, di usianya yang sudah genap 72 tahun, Megawati Soekarnoputri masih dipercaya memimpin PDI Perjuangan.
Hal ini, bukan karena tidak adanya kader-kader muda atau kader-kader senior di dalam tubuh partai 'Banteng Moncong Putih' ini, yang dianggap mampu memimpin  partai sebesar dan setua PDI Perjuangan.
Memimpin PDI Perjuangan, bukan sekadar bisa memimpin sebuah partai. Memimpin PDI Perjuangan diibaratkan juga ikut menjaga, merawat, dan membesarkan partai.
Ada amanah di dalamnya, amanah dari sosok Bung Karno. Bagaimana pun PDI Perjuangan tak bisa begitu saja dilepaskan dari Partai Nasional Indonesia yang didirikan Bung Karno pada 4 Juli 1927. Ideologi yang diusung PNI adalah nasionalisme.
Bagi Bung Karno ketika itu, nasionalisme adalah ideologi yang mampu menyatukan berbagai perbedaan dan melampangkan jalan menuju kemerdekaan.
Oleh karena itu, jika kita melihat dari sejarahnya, PDI Perjuangan memiliki perbedaan yang sangat mendasar dari partai lain yang ada di Indonesia. Inilah, kalau mau disebut, Â satu-satunya partai politik yang mewarisi ideologi Bung Karno.
Hanya sosok yang memiliki kematangan ideologi saja yang bisa memimpin PDI Perjuangan. Namun, sepertinya, tidak cukup hanya matang secara ideologi.