Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Wariskan Cara Berpolitik Buruk kepada Anak Muda!

27 Januari 2019   06:46 Diperbarui: 27 Januari 2019   07:15 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juru Bicara Prabowo-Sandi/Merdeka.com

Rasanya senang sekali jika melihat kenyataan adanya keterlibatan anak-anak muda dalam dunia politik di Indonesia. Keterlibatan ini harus dimaknai bahwa anak muda pun merasa punya tanggung jawab untuk memberikan sumbangsihnya bagi kemaslahatan bangsa dan negara.

Keterlibatan anak muda dalam politik menjadi penting agar keberlangsungan tongkat estafet kepemimpinan bisa berjalan secara sehat. Artinya, regenerasi dalam politik bisa berjalan dengan baik, tidak asal tunjuk pada orang-orang yang pemahaman politiknya tidak terasah sama sekali, hanya karena kedekatan pribadi. Atau regenerasi politik hanya lahir pada orang yang itu-itu saja melalui dinasti politik keluarga.

Semua itu bisa kita lihat dalam kerja politik menjelang Pilpres dan Pileg 2019 ini. Anak-anak muda ini sudah mulai dipercaya partainya untuk ikut terlibat meraih kepercayaan publik sebagai calon anggota legislatif.

Meskipun nomor urut yang ditawarkan terlalu jauh, namun ini adalah upaya partai agar anak-anak muda ini bisa sekreatif mungkin mencari dukungan masyarakat untuk dirinya agar bisa melenggang ke parlemen.

Begitu pula dalam upaya meraih kemenangan dalam pemilihan presiden, kedua kubu pasangan yang berkontestasi dalam Pilpres 2019 juga menempatkan anak-anak muda sebagai bagian dari tim suksesnya.

Bagi pasangan capres dan cawapres, melibatkan anak-anak muda di dalam tim sukses adalah hal yang penting. Hal ini dikaitkan dengan besarnya jumlah pemilih milenial yang akan memberikan suaranya di pilpres dan pileg 2019 nanti.

Sebut saja nama Dahnil Anzar Simanjuntak, Faldo Maldini, Gamal Albinsaid, dan masih banyak lagi lainnya yang menjadi tim pemenangan Prabowo-Sandi. Setidaknya ada sekitar 120 anak-anak muda yang direkrut untuk mendukung Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Kalau mengacu data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah pemilih milenial mencapai kisaran 100 juta jiwa dari total 196,5 juta pemilih. Sementara itu menurut survei Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) ada 34,4 persen jumlah pemilih di usia 17-34 tahun.

Dengan kata lain, keterlibatan anak-anak muda dalam timses pasangan capres jangan dijadikan alat untuk menaikan elektabilitas capres saja, melainkan juga ikut memberikan pengkaderan yang berkelanjutan.

Kalau kita cermati, meningkatnya jumlah pemilih muda memang tidak berbanding lurus dengan keterlibatan anak muda dalam dunia politik.

Saat ini, anak muda sepertinya apatis memandang politik. Sebabnya karena mereka melihat kondisi politik Indonesia yang membuat generasi milenial seolah alergi, di antaranya banyaknya kepala daerah dan anggota legislatif yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, kinerja politisi Senayan pun dianggap masih jauh dari membanggakan.

Melihat kenyataan di atas, banyaknya keikutsertaan anak muda dalam timses Prabowo-Sandi bukanlah hal menggembirakan, karena apa yang dilakukan politisi-politisi senor di dalam kubu tersebut tak bisa menjadi contoh yang baik dari anak-anak muda ini.

Ambil contoh, politisi senior Amien Rais yang pernyataan-pernyataannya terus menjadi polemik di tengah masyarakat, khususnya yang ditujukan kepada Presiden Jokowi.

Selain Amien, ada sosok Fadli Zon, Andi Arief, Ferdinand Hutahaean, dan masih banyak lagi lainnya. Mereka semua bukanlah contoh yang baik bagi anak-anak muda yang masuk politik.

Prabowo Subianto juga tak kalah sinisnya kepada pemerintahan saat ini. Kritik-kritik yang disampaikan cenderung asal bunyi, tanpa didasari data yang kredibel. Tak jarang pernyataan mantan Danjen Kopassus ini dirasakan begitu menghina orang lain. Bahkan, Prabowo selalu mengumbar kata punah, hancur, dan lenyap untuk Tanah Airnya Sendiri. Sesuatu yang tak layak didengar anak muda.

Nasionalismenya sangat dipertanyakan, ketika dirinya mengatakan di negara lain, kalau korupsi di Indonesia seperti kanker stadium 4. Bicara aib keluarga saja ke tetangga sangat dimurkai Tuhan.

Apa jadinya nasib anak-anak muda  yang masuk sebagai BPN Prabowo-Sandi jika mereka mendapatkan para seniornya acapkali melakukan kritik kepada Pemerintah yang berkuasa, tanpa disertai data yang kredibel, menyebarkan rasa permusuhan, dan menggaungkan sikap pesimistis terhadap bangsanya sendiri, termasuk tidak secara ksatria mengakui keberhasilan rival politiknya.

Yang jadi pertanyaan, begitu mudahkah anak-anak muda, seperti Faldo Maldini, Gamal, atau Dahnil Azhar mempercayai dan mengikuti semua apa yang dikemukakan para seniornya. Segala intrik politik yg diwacanakan para seniornya yang secara kasatmata tak jauh dari kebohongan, bukankah harus disaring. 

Dunia politik di Indonesia sangat membutuhkan peran serta anak-anak mudanya. Di dalam jiwanya yang masih dipenuhi semangat dan gelora positif, sangat disayangkan jika mereka semua ditempa oleh politisi-politisi yang hanya mengejar kekuasaan semata. Kekuasaan yang diraih dengan menghalalkan segala cara.

Sekali lagi, jangan warisi anak-anak muda dengan cara berpolitik yang jauh dari kepribadian bangsa Indonesia. Jangan karena kekuasaan, masa depan politik negeri ini sudah lebih dulu dirusak sebelum berkembang!

Berpolitiklah yang santun, karena kepercayaan itu datang dari kesantunan!

Salam.

***

sumber: PEPNEWS.COM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun