Lain halnya dengan pasangan Prabowo-Sandi. Tidak sedikit, pasangan ini melakukan kekeliruan atau inkonsistensi, atau bahkan melakukan sesuatu hal yang sangat prinsipil yang akhirnya  membuat blunder yang dilakukan semakin banyak.
Korupsi enggak Seberapa?
Dalam debat itu, Jokowi menanyakan soal Partai Gerindra yang mencalonkan kadernya yang eks narapidana korupsi sebagai caleg. Prabowo memberikan  jawaban bahwa kadernya itu sudah menjalani hukuman sehingga dianggap boleh mencalonkan diri.
"Kalau kasus itu sudah melalui proses, dia sudah dihukum dan kalau memang hukum mengizinkan, kalau dia masih bisa dan rakyat menghendaki dia karena dia mempunyai kelebihan-kelebihan lain, mungkin korupsinya juga nggak seberapa, mungkin dia...," kata Prabowo menjawab pernyataan Jokowi soal eks napi koruptor yang jadi caleg Gerindra.
Apa yang dikatakan Prabowo cenderung menggampangkan persoalan, dan lebih memperlihatkan bahwa dirinya tidak memiliki itikad baik dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Bagaimana mungkin Indonesia akan terbebas dari korupsi, jika pemimpinnya tidak memiliki itikad baik dan kesungguhan dalam memerangi kejahatan anti rasuah ini.
Prabowo juga dianggap tidak konsisten dengan apa yang dikatakannya, bahwa korupsi di Indonesia sudah seperti kanker yang sudah memasuki stadium 4. Artinya, sikap Prabowo yang kurang serius dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, Â bisa dianggap ikut membuat korupsi semakin parah.
Prabowo menganggap maraknya korupsi di Indonesia dikarenakan gaji yang kecil. Ini juga merupakan blunder yang serius. Mengapa? Persoalan korupsi itu lebih kepada sikap mental. Berapa pun besar gajinya, kalau mentalnya korup, ia akan tetap melakukan mencuri keuangan negara.
Dalam debat ini, Jokowi mengambil keuntungan atas dugaan Prabowo-Sandi yang menganggap hukum di masa pemerintahan Jokowi lebih memihak mereka yang mendukung pemerintahan, sedangkan yang mengkritik pemerintah cenderung dikriminalisasi.
Jawaban yang diberikan Jokowi sangat menohok Prabowo-Sandi, karena dianggapnya tidak memahami prosedur hukum yang berlaku.
Nah, dari sesi inilah akhirnya Jokowi membuka fakta bahwa penganiayaan Ratna Sarumpaet adalah sebuah kebohongan, mengingat Ratna saat itu tidak melaporkan apa yang terjadi pada dirinya kepada pihak kepolisian.