Tak bisa dipungkiri, di dalam kehidupan di masyarakat sehari-hari, Â kita masih saja menemukan orang-orang yang memandang politik dengan cara pandang negatif. Entah itu menilai bahwa politik penuh dengan kemunafikan atau kebohongan.
Inilah  yang mungkin menjadi alasan sedikitnya orang terjun ke politik. Bahkan, ada salah satu teman saya, benar-benar tak mau menerima order pekerjaan bila itu menyangkut politik, semisal order membuat alat peraga kampanye. Buat dirinya, meski dibayar mahal sekalipun, dirinya enggan menerima uang dari pekerjaan tersebut. Sikap skeptis masyarakat terhadap politik, seharusnya tak perlu berlebihan. Namun, itulah kenyataannya.
Bagaimana pun, tak semua politikus bekerja dalam ranah kotor. Politik tetap mempunyai etika. Bahkan, jika kita menilik arti dasar dari politik yang politikos (Yunani), politik itu dilakukan dan ditujukan kepada rakyat.
Artinya, yang mempunyai peran dalam politik adalah rakyat. Secara sederhana,  tujuan politik adalah bagaimana kita  bisa mensejahterakan rakyat. Keputusan-keputusan yang diambil di lembaga politik, semuanya untuk kesejahteraan rakyat.
Namun, pandangan positif akan politik dengan mudahnya  akan hilang  jika kita melihat cara dan gelagat politisi-politisi yang  ternyata begitu gemar mengumbar kebohongan. Apa yang dikatakannya berbeda dengan apa yang dilakukan. Beda kata dan perbuatan.
Jika kita tengok ke belakang, di laman Kompas.com (04/10/2018), ada judul yang begitu  menggelitik, yaitu  "Sandiaga Uno Mengaku Syok Ratna Sarumpaet Berbohong". Dari laman web itu, kita membacanya bahwa calon wakil presiden Sandiaga Uno mengaku syok ketika aktivis perempuan Ratna Sarumpaet mengatakan tidak pernah dikeroyok oleh sejumlah orang, melainkan menjalani operasi bedah plastik. Sandi tidak menyangka Ratna telah berbohong.
"Saya syok dan saya kan sama Bu Ratna ini udah berkali-kali saya sama-sama di satu kubu. Saya kenali beliau sebagai sosok yang memiliki integritas yang tidak perlu kita ragukan lagi tapi kemarin itu pupus kepercayaan saya," kata Sandiaga di dalam  berita itu.
Kendati demikian, Sandi mengapresiasi kejujuran Ratna yang sudah disampaikan ke seluruh pihak. Ratna, kata dia, tak membiarkan kisruh kabar pengeroyokannya berlarut-larut.
Dari pemberitaan itu, kita seakan mengira bahwa Sandi adalah orang yang jujur dan berintegritas, yang tak mungkin berbohong. Sekali pun berbohong untuk merebut simpati publik agar bisa memenangkan Pilpres 2019.
Setelah mendapati kenyataan bahwa Ratna Sarumpaet telah berbohong, Sandi pun berjanji bahwa dirinya  bersama Prabowo Subianto dan Badan Pemenangan Nasional akan memperbaiki diri untuk memastikan tim selalu menyampaikan hal-hal yang jujur.
Namun, kenyataannya, semua itu adalah bagian dari serentetan kebohongan yang dilakukan Prabowo-Sandi di masa kampanye. Dengan kata lain, pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 ini tak ubahnya seperti juga Ratna Sarumpaet yang telah melakukan kebohongan. Bahkan, kebohongan itu dilakukan secara berulang-ulang.
Dalam teori yang disampaikan ahli propaganda Nazi Jerman Paul Joseph Goebbels, "Kebohongan yang dikampanyekan secara terus-menerus dan sistematis akan berubah menjadi (seolah-olah) kenyataan! Sedangkan kebohongan sempurna, adalah kebenaran yang dipelintir sedikit saja."
Kebohongan-kebohongan yang dilakukan Sandi, di antaranya menyebutkan bahwa tempe saat ini berukuran tipis seperti kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM), uang seratus ribu rupiah yang hanya cukup untuk membeli bawang dan cabai. Begitu pula, Sandi pernah mengungkapkan bahwa harga nasi ayam di Jakarta lebih mahal ketimbang di Singapura.
Apa yang dikatakan Sandi itu, kenyataanya tidak sama  dengan fakta yang ada di lapangan. Artinya,  tuduhan palsu dan kebohongan yang dicetuskan Sandi karena dua hal.Â
Pertama, karena  Sandiaga memang benar-benar tidak tahu data di lapangan, dan yang kedua Sandi memang sengaja berbohong. Artinya, ketika Sandi mencoba memviralkan kebohongannya itu, tidak sedikit ada pihak-pihak yang menyangkalnya, baik dalam bentuk wawancara, meme, atau content kreatif.Â
Pembangunan jalan tol yang massif dilakukan Jokowi, tak lepas dari kritik Sandiaga. Tentu saja, kritik ini adalah upaya agar Sandi yang juga pengusaha itu bisa ikut masuk di panggung berita seputar pembangunan Tol Trans Jawa yang sedang viral.
Sandiaga mengatakan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah Jokowi yang menurutnya harus bisa dilakukan tanpa berhutang. Dan, dirinya mengaku perusahaannya tidak berhutang sama sekali ketika membangun Tol Cipali. Dari kenyataan yang ada, Â apa yang dikatakan Sandi adalah bohong. Setelah ditelusuri, Pembangun Tol Cipali itu menggunakan dana sindikasi beberapa bank.
Menyangkut soal kebohongan Sandiaga Uno, ternyata jauh-jauh hari selama dirinya masih aktif sebagai pengusaha, dirinya juga tak lepas dari berbagai kasus yang membelitnya.Â
Dalam urusan bisnis, Sandiaga seringkali diadukan orang lain, karena dianggap melakukan penipuan atau kebohongan, termasuk dari orang yang selama ini menganggapnya sebagai anak, Edward Seky Soeryadjaya.
Sosok-sosok pembohong inilah yang mencoreng dunia politik di Tanah Air. Jika kita memiliki politisi-politisi yang punya integritas, bukan tidak mungkin akan semakin banyak rakyat yang bisa menikmati kesejahteraan.Â
Apa pun itu, kebohongan bagi politisi ibarat 'kanker' yang akan merusak segalanya.
Jika kata selalu berbeda dengan perbuatan, lantas apa yang bisa diharapkan dari sosok pemimpin seperti Prabowo Subianto atau Sandiaga Uno?
sumber:
1. Merdeka.com (11/01/2019): "Grace Natalie Minta Sandiaga Uno Setop Sebarkan Kebohongan"
2. Kompas.com (04/10/2018): "Sandiaga Uno Mengaku Syok Ratna Sarumpaet Berbohong"
3. Tempo.co (21/11/2017): "Edward Soeryadjaya Pernah Laporkan Sandiaga Uno ke Polisi"
4. CNNIndonesia.com (25/07/2018): "Sandiaga Kembali Dilaporkan ke Polisi Soal Dugaan Penipuan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H