Indonesia merupakan salah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Hal inilah yang membuat suara Indonesia begitu didengar ketika dunia tengah membicarakan persoalan yang menyangkut umat Islam.
Namun, sudahkah peran Indonesia itu diperhitungkan di tingkat internasional, sehingga mengalahkan dominasi Amerika dan sekutunya yang selama ini kerap merugikan umat Islam? Jawabannya, belum!
Jika kita menengok hasil  sensus penduduk  tahun 2010,  ada sekitar 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam. Namun, dari jumlah sebesar itu, ternyata hanya 20% yang menguasai ekonomi nasional. Itulah kenyataannya bahwa kualitas umat Islam di Indonesia masih belum sesuai yang diharapkan.
Ada momen penting, ketika muncul dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, spontanitas umat Islam tergerak untuk mendapatkan keadilan. Dan, akhirnya apa yang diupayakan itu berhasil. Inilah momentum yang tepat untuk menyatukan umat agar bisa mewujudkan kemandirian dalam penguasaan ekonomi.Â
Namun, ada saja upaya lain untuk membelokkan niat, yang awalnya untuk kemaslahatan umat, berubah untuk tujuan sesaat. Â Aksi 212 berubah karena dimanfaatkan segelintir orang untuk tujuan politik. Beberapa orang tokoh yang ada di dalamnya, mundur sebagai bentuk tidak mendukung Aksi 212 yang berubah haluan ke politik.
Reuni Alumni 212
Untuk diketahui, pelaksanaan reuni Alumni 212 di Lapangan Monas 2 Desember 2018 lalu, sudah secara kasat mata membawa Aksi 212 mendukung salah satu capres dalam kontestasi Pilpres 2019, yakni Prabowo Subianto, Â yang bisa dibilang jauh dari sosok Islam.
Salah satu tokoh, yang juga anggota penasihat Persaudaraan Alumni 212 Usamah Hisyam menyatakan mundur. Ketua Umum Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) ini menilai gerakan PA 212 sudah tidak sesuai dengan semangat awal, yakni aksi bela Islam yang berangkat dari esensi Al Maidah 51. ( Baca juga: Usamah Hisyam dan Retaknya Persaudaraan 212, Antara Syariah atau Politik Praktis?)
Inilah kenyataan, dimana umat Islam selalu terhina. Jumlah umat yang besar, nyatanya  tidak dapat menutupi kelemahan kualitasnya, sehingga bisa dimanfaatkan segelintir orang untuk tujuan kekuasaan. Berbeda artinya, jika pemimpin yang disodorkan adalah seorang muslim sejati.
Oleh karena itulah, Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam mengumpamakan umat Islam di akhir zaman ini, seperti buih mengapung di lautan.
Lihatlah sifat buih di tepi pantai. Buih merupakan sesuatu yang paling tampak terlihat, paling indah, dan jumlahnya yang  banyak saat ombak bergulung. Namun, buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus, lalu menghempaskannya ke udara.
Semoga Allah melindungi umat Islam Indonesia yang besar ini dari para politikus atau  orang-orang yang memanfaatkan agama untuk tujuan sesaat, bahkan jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri
 Amien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H