Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Rizieq Shihab di Mekkah, Buktikan Tak Ada Lagi Bendera Tauhid!

10 November 2018   11:51 Diperbarui: 10 November 2018   12:41 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini, masyarakat di Indonesia kerapkali mudah diadu domba dengan dua pendapat yang saling bertolak belakang, yaitu mengenai dua pendapat antara bendera tauhid dan bendera Hizbut Tahrir (yang kebetulan bertuliskan kalimat tauhid). Adu domba yang diindikasikan untuk kepentingan politik tertentu ini memang sangat meresahkan.

Hal ini dibuktikan ketika adanya silang pendapat di masyarakat, mengenai kasus pembakaran bendera di acara Hari Santri Nasional di Kabupaten Garut 22 Oktober lalu. Bagi Banser NU, bendera yang dibakar itu adalah bendera ormas HTI yang telah dilarang keberadaannya di Indonesia, sedangkan kelompok masyarakat lainnya mengatakan bahwa itu bendera tauhid.

Soal mana yang benar dari kedua pendapat itu, kita tak akan bisa menemukan titik temunya, karena kedua belah pihak saling berpegang teguh dengan tafsirnya masing-masing.

Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, pada dasarnya begitu mudah dipicu emosinya dengan sesuatu yang berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Karena itu, aksi pembakaran bendera yang terjadi di Garut, hawa panasnya juga berhembus ke Jakarta, yaitu dengan digelarnya demonstrasi pada 2 November 2018 lalu, yang dikenal dengan aksi 211.

Demo Aksi 211 BelaTauhid/Suara.com
Demo Aksi 211 BelaTauhid/Suara.com
Bahkan, dari Arab Saudi, HRS menyerukan para pendukungnya di Tanah Air agar memasang kalimat tauhid menyusul aksi pembakaran bendera HTI di Garut. Seruan ini ditujukan kepada anggota dan simpatisan FPI serta alumni 212. Rizieq meminta agar bendera tersebut dipasang di rumah, posko, hingga tempat kerja. HRS juga meminta FPI memasang kalimat tauhid di akun media sosial.

Namun, kejadian di Arab Saudi yang menimpa imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS), tentunya bagi kita yang berada di Tanah Air bisa mencermatinya dengan baik. Pasalnya, akibat adanya poster atau gambar bertuliskan kalimat tauhid yang menempel di dinding kediaman HRS di Mekkah, membuat pihak kepolisian setempat memeriksa HRS selama 28 jam.

Pihak kepolisian Arab Saudi menilai gambar atau poster tersebut dianggap mirip dengan simbol atau bendera kelompok ekstremis yang memang dilarang di Arab Saudi.

Demo FPI dan Bendera ISIS//islam-institute.com
Demo FPI dan Bendera ISIS//islam-institute.com
Negar-NegarBerpendukuk Mayoritas Islam MenolakHTI/ekokuntadhi.com
Negar-NegarBerpendukuk Mayoritas Islam MenolakHTI/ekokuntadhi.com
HRS sendiri menyangkal tuduhan bahwa dirinya yang memasang poster tersebut, karena dirinya mematuhi aturan hukum yang berlaku di Tanah Arab itu. Namun, sangat disayangkan, justru HRS menyerukan pemasangan simbol atau bendera di Tanah Airnya sendiri, yang juga memiliki aturan hukum untuk melarangnya.

Dari peristiwa pemeriksaan HRS oleh pihak Kepolisian Arab Saudi selama 28 jam itu, kita bisa menyimpulkan bahwa bendera yang selama ini diyakini sebagai bendera tauhid, bukanlah bendera tauhid seperti yang digunakan Rasulullah SAW dahulu. 

Tidak berbeda dengan pernyataan otoritas keamanan Arab Saudi, bahwa bendera yang bertuliskan kalimat tauhid itu adalah bendera kelompok ekstremis yang dilarang di Arab Saudi. Begitu pula, bendera yang sama yang di Indonesia digunakan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia yang juga dilarang keberadaannya di negara ini.

Lantas, masihkah kita mengakui bahwa bendera itu adalah bendera tauhid. Padahal, bendera yang sama juga digunakan ISIS atau Hizbut Tahrir. Bagi ISSI atau Hizbut Tahrir,  keberadaannya di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim juga dilarang eksistensinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun