Perseteruan antara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra (Gerindra) mengenai siapa yang akan menempati posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang ditinggalkan Sandiaga Uno, belum juga menemui titik terang. Bahkan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto justru membuat situasinya semakin gelap. Pasalnya, Prabowo Subianto justru menyerahkan persoalan kursi wagub DKI itu kepada Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik.
Sebelumnya, DPD Gerindra DKI juga sudah memutuskan nama Taufik sebagai kandidat wagub yang diusulkan untuk menggantikan posisi Sandiaga Uno yang melaju mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Di lain pihak, PKS berharap kursi Wagub itu jatuh ke tangan kadernya, Â Agung Yulianto atau mantan Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu. Apa yang dilakukan PKS merupakan hasil kesepakatan yang dibuat PKS dengan Prabowo Subianto.
"Ya itu yang kami pahami (posisi Wagub DKI untuk PKS)," kata Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/9).
Prabowo justru memilih kadernya sendiri Sandiaga Uno sebagai bakal cawapresnya. Untuk alasan itu, semua anggota koalisi harus bisa menerimanya. Tidak dipungkiri, memang keputusan itu menyisakan adanya aroma "mahar politik" 500 M untuk PKS dan PAN.
Tidak ngototnya PKS terhadap keputusan yang dibuat Prabowo, sepertinya juga ikut dipengaruhi persoalan internal yang ada di dalam tubuh partai kader tersebut. Bahkan, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamza memprediksi usia partai yang menunginya selama ini tidak berumur panjang.
Bagi Prabowo, menempatkan kadernya sebagai pengganti Sandiaga Uno di kursi DKI 2, bisa jadi pembuktian benar-tidaknya dugaan bahwa legitimasi elite-elite PKS sudah memudar.
Jika strateginya ini berhasil, Gerindra tak perlu lagi mengkhawatirkan ancaman PKS yang akan mematikan mesin partainya untuk memenangkan Prabowo-Sandi. Dalam hitungan politik Prabowo, dirinya sudah bisa menerka, bahwa mesin politik PKS akan tetap memenangkan Prabowo-Sandi.
Mengapa? Karena pilihan dalam Pilpres 2019 ini hanya dua, yakni Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi. Jika ada tiga, tentu saja kader-kader PKS dan simpatisannya akan lebih memilih yang ketiga. Dan, dalam rentang waktu sekitar 10 tahun terakhir ini, PKS sepertinya tidak berpihak pada Jokowi atau PDIP.
Cukup realistis, bukan?