Mendegar nama kota ini pasti tak lepas akan sejarahnya. Kota yang memiliki luas hanya sekitar 1.047 hektar hingga dijuluki sebagai kota terkecil yang ada di Jawa Tengah. Namun siapa sangka dengan luas sekecil itu kota ini memiliki gunung dan juga air terjun yang diberi nama air terjun Rahtawu dan gunung Muria. Pada jaman Mataram, Kudus mrupakan selat yang terbentang dari daerah Juwana hingga Welahan yang menjadi jalur perdagangan Hindia Belanda dikenal dengan nama selat muria. SeKtor perekonomian masyarat pada masa itu berpedoman pada selat tersebut dengan menangkap ikan, berdagang, bertani dan membuat batu bara.Â
Hingga saat ini bangunan bersejarah sebagai bukti bukti adanya jaman itu masih berdiri kokoh dan menjadi daya tarik masyarakat luar untuk mengunjungi kota ini. Ambil salah satu contoh yaitu Menara Kudus. Pembentukan nama kudus tak lepas dari peran salah seorang walisongo yang dianggap orang suci bernama Jafar Shodiq atau yang sekarang dikenal sunan kudus. Sunan kudus datang berdagang dan menyebarkan dakwah dengan pendekatan perdagangan dan adat rakyat tanpa pemaksaan dan tetap menerapkan toleransi terhadap agama masyarakat sebelumnya hingga ia berhasil menyebarkan agama islam pada daerah ini.Â
Kudus dianggap kota suci bagi umat hindu karena banyaknya bangunan yang menjadi tempat ibadah bagi umat hindu pada masa itu. Bahkan toleransi sunan kudus masih diterapkan masyarakat kudus hingga saat ini salah satunya yang masih sangat terkenal adalah tradisi tidak menyembelih sapi dan tidak memakan dagingnya karena sapi dianggap sebagai kendaraan dewa bagi kaum hindu. Karena banyaknya masyarakat yang memeluk agama islam sunan kudus akhirnya mendirikan masjid tepat di sebelah Menara Kudus yang diberi nama Al Quds diambil dari salah satu nama masjid yang ada di daerah Yarusalem yang memiliki arti suci, karena nama inilah kemudian Kudus mendapat julukan Jarusalem van Java.Â
Dari nama masjid ini dan diulik dari sejarah kota yang dianggap suci terciptalah nama kudus yang memiliki arti suci. Dari kisah ini dapat disimpulkan bahwa Menara kudus berdiri jauh sbelum adanya masjid Al Quds dan merupakan peninggalan manusia pada jaman hindia belanda hal inilah yang membuat bangunan Menara ini mirip dengan candi. Sejak saat itu Menara kudus menjadi pusat aktivitas masyarakat sekitar mulai dari beribadah hingga membuat kerajinan, bangunan sekitar Menara pun memiliki ukiran khas tersendiri dan daerah sekitar Menara Kudus dikenal sebagai daerah kauman singkatan dari kaum musliman. Ekonomi kota pada masa itu berlandaskan hanya pada perdagangan hal ini juga yang mendasari filosofi karakter Kudus Gusjigang yang memiliki arti Gus (bagus perilakunya) Ji (ngaji) Gang (dagang).
Melupakan sejenak sejarah berdirinya, kini memasuki masa kemerdekaan pada tahun 1880. Pada saat itu kudus menjadi daerah yang ditumbuhi banyak tanaman cengkeh dan tembakau. Salah seorang warga Kudus yang bernama Jamhari memiliki sakit sesak di bagian dada yang tak kunjung sembuh. Sang istri lalu menyarankan untuk mengoleskan minyak yang ada pada tanaman cengkeh ke dada Jamhari. Beberapa hari setelahnya Jamhari merasa nyeri di bagian dada nya mulai mereda namun masih merasa sesak, karena ambisinya yang ingin menyembuhkan sakitnya ia mencoba berbagai cara dengan tanaman cengkeh mulai dari mengunyahnya, mencampurnya dengan berbagai bahan tradisional lain, hingga ia memiliki ide untuk mencampurkan tembakau kering dan cengkeh lalu dibalut dengan kulit jagung yang telah kering dan membakar ujungnya untuk dihisap di ujung sebelahnya.Â
Saat membakarnya dan mulai menghisap Jamhari mendegar suara "kretek kretek" dari proses pembakaran cengkeh dan tembakau yang dibakarnya. Obatnya ini mulai dikenalkan pada tetangga tetangga sekitar dan kemudian Jamhari mulai produksi rumahan dengan memasarkan produknya sebagai obat yang diberi nama kretek. Seorang pedagang bernama Nitisemito yang memiliki usaha rokok rumahan mulai tertarik dengan rokok kretek Jamhari. Berawal dari usaha rokok rumahan yang ia buat dan akhirnya memproduksi rokok klebot secara masal yang diberi nama Bal Tiga namun mengalami kebangkrutan tepatnya saat jepang mulai menyerang Indonesia ia lalu memutar otak dan menemukan produk kretek yang dijual Jamhari. Produksi rokok kretek mulai diproduksi secara besar besaran dan siapa sangka kemajuan kretek melaju sangat pesat dengan skala industri dan membuka lahan pekerjaan bagi masyarakat kudus dan sekitarnya. Dikembangkannya dengan meracik beberapa rasa baru aroma aroma baru hinggga sekarang kudus dikenal sebagai kota kretek yang menjadi penghasil rokok terbesar di Indonesia bahkan dipasarkan hingga ke berbagai negara.
Untuk mengenang sejarahnya dibangunlah Museum Kretek dengan berbagai peninggalan, semua sejarah diulik dan ada di dalam museum ini. Hingga ada pergempuran kretek dinikmati juga oleh perempuan yang kemudian cerita ini diangkat mnjadi sebuah film yang berjudul "Gadis Kretek" yang membuat kretek semakin dikenal lagi oleh masyarakat muda mudi. Sampai saat ini kretek masih menjadi salah satu sektor perekonomian masyarakat Kudus . Sudah lebih dari 60.000 masyarakat Kudus yang bekerja di pabrik yang berjalan dibidang kretek. Hampir seluruh masyarakat kudus mengandalkan mata pencahariannya pada pabrik pabrik rokok yang ada di sini. Terbukti dari data yang diunggah kuduskab.bps.go.id angka kemiskinan Kudus berkurang dari tahun ke tahun. https://kuduskab.bps.go.id/id/news/2024/08/06/275/potret-kemiskinan-makro-kabupaten-kudus.html
Salah seorang masyarakat kudus menegaskan "saya sudah bekerja di pabrik djarum selama 23 tahun sejak ditinggalkan suami dan saya menghidupi dua anak saya sendiri sejak mereka masih sangat kecil hingga saat ini mereka bias bekerja berkat pendapatan saya bekerja dan mengabdi di djarum" (Titik Sunarti, 2024)
Banyak keuntungan adanya pabrik pabrik rokok yang ada di kudus. Kita ambil contoh pabrik Djarum yang telah melakukan renovasi rumah rumah masyarakat kudus hingga menggelontorkan dana sebanyak 4 miliar dan yang baru baru ini dilakukan yaitu mendirikan stadion besar di desa rendeng kecamatan kota.