Perikanan BerkelanjutanÂ
Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya perikanan yang melimpah dan salah satu
produsen perikanan terbesar di dunia sudah mulai melakukan upaya terhadap penerapan dan
pengenalan keberlanjutan. Akan tetapi upaya tersebut belum banyak menyentuh pelaku utama
perikanan seperti nelayan dan masyarakat pesisir, yang mana merupakan ujung tombak
pembangunan perikanan. Terutama sekali nelayan tuna skala kecil yang secara garis besar tinggal
di daerah pelosok yang jauh dari akses informasi dan jarang mendapatkan sentuhan Pemerintah.
Perikanan berkelanjutan adalah suatu konsep pembangunan perikanan dimana usaha yang
kita lakukan sekarang dalam eksploitasi sumber daya perikanan akan dapat pula menjamin
ketersediaan sumberdaya perikanan untuk generasi yang akan datang. Konsep ini merupakan buah
dari kekhawatiran akan kelestarian ekosistem laut yang selama ini menjadi salah satu pilar dalam
memenuhi kebutuhan pangan dunia. Eksploitasi yang terus menerus meningkat dikhawatirkan akan
membahayakan ekosistem laut dan membuat beberapa spesies ikan tertentu menjadi punah.
Satu hasil tangkapan yang dominan dan memiliki nilai ekonomis penting dalam sektor perekonomian nelayan di Kabupaten Bone, Provinsi Selatan adalah jenis ikan Tuna YFT, Tongkol dan Cakalang. Tingginya kebutuhan dan ketergantungan masyarakat terhadap ikan cakalang telah menyebabkan terjadinya ekspolitasi secara berlebihan oleh nelayan yang berakibat pada penurunan jumlah hasil tangkapan setiap tahunnya. Sumbedaya Ikan cakalang merupakan salah satu komoditas unggulan dan memegang peranan penting bagi sektor perikanan tangkap Indonesia. Tahun 2014 produksi ikan cakalang bersama dengan komoditas tuna dan tongkol sebesar 1.326.090 atau 22% dari total keseluruhan produksi utama perikanan tangkap Indonesia. Â Secara global, Indonesia memegang peranan penting perikanan cakalang di dunia. Produksi ikan cakalang dunia sebesar 6,8 juta ton tahun 2011 danmeningkat menjadi 12,3 juta ton tahun 2017 dengan produksi rata-rata Indonesia sebesar 1,29 juta ton pada tahun 2012-2018. Industri Perikanan cakalang termasuk industri yang perlu diperhatikan perkembangannya karena memiliki beragam olahan seperti segar atau beku, maupun olahan produk ikan kaleng. Begitu juga dengan ikan Tongkol yang baru-baru ini dosen dari Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian melakukan riset dengan lolosnya pengajuan PDP (Penelitian Dosen Pemula) tahun 2021. Hasil penelitian telah memperlihatkan tujuan analisis pada aspek hubungan panjang bobot dan beberapa aspek reproduksi ikan tongkol lisong sehingga dapat menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan di perairan Teluk Bone. Pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Lonrae, Kabupaten Bone, pada bulan September hingga oktober 2021. Tipe pertumbuhan diketahui dengan melakukan analisis hubungan panjang bobot, TKG diketahui dengan cara analisis morfologi, IKG dihitung berdasarkan metode Johnson. Hasil analisis hubungan panjang bobot diperoleh koefisien regresi masing-masing b = 3.3345 pada bulan September dan b = 2,837 pada bulan Oktober dan b = 3,3690 pada bulan November. Hasil uji t diperoleh t hitung > Â t tabel sehingga digolongan ikan tongkol pada bulan September dan November ke dalam pola pertumbuhan allometrik positif dan pada bulan Oktober ke dalam pola pertumbuhan allometrik negatif. Faktor kondisi tongkol lisong di Perairan Teluk Bone diperoleh kisaran 0,95-1,03 dengan rata-rata 0,97, pada jantan 1,23-1,44 dengan rata-rata 1,33 dan pada betina diperoleh kisaran 0,72-0,83 dengan rata-rata 0,77. Â Nilai IKG yang berkisar antara 0,053 -- 0,242 Â pada ikan jantan 0,052 -- 0,068 pada ikan betina. Ikan tongkol yang ditemukan dikategorikan belum matang gonad. Sehingga masih diperlukan waktu penangkapan yang memungkinkan ikan untuk berkembangbiak terlebih dahulu sebelum ditangkap.
Saat ini kondisi terumbu karang di Indonesia tiga perempatnya dalam kondisi terancam. Banyak rakyat Indonesia yang menggantungkan kehidupannya pada terumbu karang sebagai sumber makanan dan pendapatan, sehingga mereka sangat rentan terhadap kerusakan terumbu karang. Penangkapan ikan berlebihan (over fishing) dan penggunaan metoda tangkap yang destruktif adalah hal yang dapat merusak terumbu karang. Penggunaan bom dan racun ikan tidak hanya membunuh ikan yang menjadi target, tetapi juga membunuh karang, terutama dalam sektor perekonomian nelayan di Kabupaten Bone, Provinsi Selatan. Tingginya kebutuhan dan ketergantungan masyarakat terhadap ikan di daerah ini, cenderung menyebabkan terjadinya ekspolitasi secara berlebihan oleh nelayan yang berakibat pada penurunan jumlah hasil tangkapan setiap tahunnya.
Pengendalian penangkapan secara konvensional sering diterapkan oleh sebagian perusahaan perikanan, dimana pelaku usaha berlomba menangkap ikan sebanyak-banyaknya (Race to fish). Ini disebut pengendalian dengan perizinan tanpa memberikan kuota penangkapan ikan dilaut per kapal. Sehingga dalam hal ini KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Indonesia menerapkan kebijakan penangkapan terukur di 11 WPPNRI.  Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, menerangkan bahwa  arah KKP yaitu Untuk mengatur dan melakukan penertiban dan pembenahan terhadap operasi penangkapan ikan diwilayah tersebut yang telah ditentukan awalnya, dalam hal ini pemerintah membuat program semacam pengendalian penangkapan ikan secara terukur, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah pesisir dan juga nasional, dimana hal tersebut menuai keritikan akibat ketidakjelasan program yang ingin dijalankan sepenuhnya belum di sosialisasikan kepada masyarakat nelayan dan pelaku usaha perikanan.
Program pemerintah melakukan pengendalian dilakukan dengan perizinan yang mengawasi dan mempertimbangkan kuota penangkapan ikan, bagi hasil tangkapan pelaku usaha diatur berdasarkan kuota (catch limit). Indonesia baru saat ini menerapkan program penangkapan terukur tersebut, setelah beberapa negara lainnya telah menerapkan program tersebut untuk dapat menata kembali perikanan kita untuk masa depan negeri, keunggulan pengaturan penangkapan yaitu Barrier to entry rendah, memungkinkan banyak ikan yang mendapatkan izin. Langkah pemerintah saat ini dengan meregistrasi seluruh nelayan indonesia untuk memiliki email dan data akurat agar kebutuhan dalam program kampung nelayan maju dapat berjalan dengan baik seiring pengaturan penangkapan ikan yang sedang berjalan.
Sehingga untuk memastikan berjalan dengan baiknya program penangkapan ikan terukur ini  maka kita sebagai alumni perikanan dari berbagai daerah sebaiknya membantu pemerintah untuk mengawasi berjalannya program dan membuat acuan keterukuran yang lebih jelas penerapannya kepada pihak terlibat dan pelaku usaha perikanan tersebut, agar dalam pengelolaan perikanan dan kelautan ini bisa lebih maksimal lagi dari periode sebelumnya, dan untuk gotong royong dalam pengembangannya. Dampak Sinergi Alumni Perikanan dengan pemerintah pusat bisa terjalin dengan baik untuk mencapai tujuan sinergi alumni untuk kedaulatan pangan negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H