Mohon tunggu...
Syaikhu Aliya Rahman
Syaikhu Aliya Rahman Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat sastra, maniak film dan traveler

Penulis sering menulis di laman berita online beritajatim.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyingkap Pro-Kontra Mahasiswa UIN Malang Duduki Rektorat, Apakah Anarkis?

18 Agustus 2019   23:15 Diperbarui: 19 Agustus 2019   20:10 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca menyebarnya pemberitaan media terkait demonstrasi besar-besaran oleh kurang lebih 3000 mahasiswa UIN Malang (16/8/2019) dan didominasi oleh mahasiswa baru (Maba) yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli UKT menduduki rektorat menjadi buah bibir publik, tidak terkecuali warganet.

Namun, era post-truth membuat kita sulit mencerna mana yang benar dan salah, apalagi hanya melihat video sepotong-potong dan framing gambar. Alangkah lebih baik kita tidak langsung menelan mentah-mentah narasi yang dibangun dan segera berstory-ria. Pertnyaanya; "mengapa harus aksi, kan ada jalan lain yang lebih etis?" dan "apakah mereka anarkis?". Tentu semua itu tidak tanpa sebab.

Alhasil, narasi pro-kontrapun bermunculan, banyak yang beranggapan bahwa demonstrasi tersebut membuktikan masih adanya nalar kritis mahasiswa yang melek akan regulasi dan kebijakan. 

Namun, tidak sedikit netizen yang menyayangkan itu. Citra mahasiswa UIN Malang yang seharusnya menjadi rujukan Mahasiswa yang berakhlak mulia dengan semboyan Ulul Albab-nya, malah memberi contoh sikab yang barbar, terkesan anarki dan jauh dari prilaku beradab. Tetapi kita akan berfikir dua kali jika mengetahui akar rumput dan kronologi aksi.

"Mengapa harus aksi, kan ada jalan lain yang lebih etis?"

Merujuk pada Keputusan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Nomor: 4748/Un.3/HK.00.5/08/2018 tentang Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa Bab III Hak dan Kewajiban Mahasiswa Pasal 4 Ayat 3 berbunyi; Setiap mahasiswa UIN Malang berhak untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan secara santun dan bertanggung jawab.

Jika ditelisik secara mendalam mahasiswa telah menunaikan hak dan kewajibannya dengan bernegosiasi kepada pihak kampus secara satun dan sesuai dengan kode etik mahasiswa. Aksi yang berlangsung di depan rektorat kemarin rupanya menjadi titik klimaks dari luapan kesabaran mereka. Jika diruntut dari akar rumput permasalahan, mahasiswa telah menyampaikan haknya guna mencari keadilan melalui proses apik secara de facto maupun de jure, sebagai berikut:

  1. Pada tanggal 11 April 2019, organisasi intra kampus yang terkumpul dalam Republik Mahasiswa UIN Malang melampirkan surat permohonan audiensi terkait UKT dan uang Makhad.
  2. Hasil audiensi yang tidak menemukan titik tengah, melahirkan sebuah surat pernyataan sikap yang dilayangkan SEMA U bersama Aliansi Mahasiswa Peduli UKT kepada pihak terkait (cek surat di ig @semauinmalang)
  3. Pihak rektorat menyikapi surat pernyataan sikap tersebut, namun isi dari balasan surat tersebut dirasa masih ada beberapa poin yang belum sesuai (cek surat di ig @semauinmalang).
  4. Dari situ, aliansi mahasiswa peduli UKT melancarkan surat pemberitahuan kepada satuan pengamanan UIN Malang serta melayangka surat Aksi dan Doa Bersama, yang ditunaikan pada tanggal 29 April 2019.
  5. Tuntutan aksi diterima pihak rektorat, dengan dalih dirapatkan bersama pimpinan.
  6. SEMA U menerima balasan surat tuntutan aksi dari pimpinan (cek ig @semauinmalang) yang kemudian diajukan kembali dari SEMA U dengan beberapa poin yang harus ditinjau oleh pimpinan.
  7. Singkatnya, pimpinan tidak dapat menyikapi surat tersebut. Akhirnya, meletuslah aksi Mahasiswa Peduli UKT jilid dua dengan ribuan massa sehari sebelum hari kemerdekaan. (Sumber: ig @solidaritasmhs_fitk).

"Apakah mereka bertindak anarki ?"

Merujuk pada bab IV tentang Larangan dan Pelanggaran Pasal 6 Ayat 8 berbunyi; Setiap mahasiswa UIN Malang dilarang melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, susila, dan ajaran agama islam, peraturan pemerintah dan atau tata perundang-undangan yang berlaku.

Sebagai mahasiswa yang taat aturan, Aliansi Mahasiswa Peduli kampus menuju depan rektorat ba'da sholat Jumat secara tertib dan sesuai aturan aksi, dimulai dari satu persatu mahasiswa menyampaikan keluhannya dan dibarengi dengan pembacaan lima butir tuntutan.

1. Melakukan publikasi atau mensosialisasikan secara rinci dan menyeluruh perhitungan unit  cost sehingga muncul biaya UKT dan biaya Pendidikan Ma’had.

2. Banding UKT dapat dilakukan pada setiap semester dan keputusan banding tersebut akan digunakan untuk pembayaran UKT semester selanjutnya.

3. Penggolongan UKT Mahasiswa baru jalur mandiri yang tidak merata.

4.Menghentikan membebankan biaya-biaya pengembangan kelembagaan berupa penambahan ruang kelas baru, biaya langganan listrik, belanja langganan telepon, biaya akses sistem informasi, biaya langganan air, dan pengadaan kursi ruang kelas baru terhadap mahasiswa, kemudian mencari sumber pendanaan yang lain.

5. Menuntut komitmen kampus untuk memberikan pendidikan yang berkualitas tapi murah untuk mahasiswa dari kalangan ekonomi menengah kebawah.

(Sumber: bacamalang.com)

Demi menjunjung tinggi nilai moral kepada pimpinan, mahasiswa juga mempersilahkan Isroqunnajah sebagai Wakil Rektor 3 berbicara ditengan-tengah ribuan massa. 

Namun, mahasiswa menuntut supaya rektor Abdul Haris sebagai pucuk pimpinan hadir,mendengarkan keluhan dan berkenan menandatangani kerta bermatrai berisi aspirasi disaksikan langsung oleh ribuan massa aksi secara terbuka dengan dalih menghindari intimidasi dari pihak terkait secara personal. 

Hal tersebut dirasa wajar karena selama audiensi berlangsung orator menemukan bukti adanya intimidasi kepada pimpinan intra dan ekstra kampus oleh pihak terkait.

Namun dari pihak terkait menginfokan bahwa Rektor Abdul Haris sedang berada di luar kampus saat jam aktif kerja dan sedang berada di perjalanan menuju rektorat. Singkat cerita, setelah berlangsung kurang lebih 4 jam. 

Rektor tidak kunjung datang. Membuat Mahasiswa merasa dibohongi dan tidak dihargai oleh pucuk pimpinan. Hal tersebut membuat massa aksi bertekat menduduki rektorat hingga rektor datang. Insiden dorong-mendorong pun berlangsung antara satpam dan massa aksi. Lantas siapa yang tidak beradab?, sila nilai sendiri.

Mahasiswa Tidak Merusak Sarana dan Prasarana Kampus.

dokpri
dokpri

guna menjunjung tinggi Kode Etik Mahasiswa pasal 5 ayat 10 dan 11, korlap aksi bernegosiasi dengan pihak keamanan untuk dapat masuk ke rektorat dengan sarat tertib, aman serta mengajak massa aksi utuk tidak merusak sarana, prasarana kampus dan bisa dipertanggungjawabkan.

Mahasiswa Melantunkan Sholawat Nabi dan sholat berjamaah di Dalam Rektorat.

dokpri
dokpri

Sebagai mahasiswa islam, orator mengajak massa serentak melantunkan sholawat nabi dan menunaikan kewabjiban sholat ashar berjamaah di dalam rektorat sembari menunggu janji pihak terkait atas info rektor segera datang.

Mahasiswa memungut sampah pasca aksi.

dokpri
dokpri

Tidak lupa pula massa aksi juga memungut sampah sembagai bentuk kewajinan mahasiswa yang telah diatur dalam Kode Etik Mahasiswa Bab III pasal 5 ayat 10.

Setelah kurang lebih tujuh jam rektor tidak kunjung datang, mahasiswa terpaksa menyegel pintu depan rektorat sebagai bentuk simbolis bahwa perjuangan menuntut keadilan belum tuntas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun