Mohon tunggu...
Akhmad Syaikhu
Akhmad Syaikhu Mohon Tunggu... Administrasi - Kuli Dunia

"Semakin bertambah ilmuku, semakin aku tahu akan kebodohanku"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aji Mumpung Sudirman Said

27 Desember 2015   13:04 Diperbarui: 27 Desember 2015   14:02 2353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: sindonews.com"][/caption]Kementerian Energi dan Sumber Data Mineral (ESDM) yang berada di bawah Sudirman Said ini menelurkan kebijakan. Untuk BBM jenis Premium, dibebankan sebesar Rp 200 per liter. Untuk BBM jenis Solar dibebankan pungutan sebesar Rp 300 per liter. Alasan Menteri ESDM Sudirman Said mengeluarkan kebijakan pungutan terhadap konsumen BBM merupakan implementasi Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2007. Apakah memang demikian? Mari kita bahas kebijakan ini melalui bingkai hukum.

Pasal 30 UU 30 Tahun 2007 tentang Energi

Pasal 30 ayat (1) tahun 2007 tentang Energi merupakan dasar hukum yang digunakan Sudirman Said sebagai dasar berpijak pungutan tersebut.

“Pendanaan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 difasilitasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.”

Dengan dalih pasal ini, seakan-akan negara boleh membuat kebijakan apa pun mengenai energi.

Namun, sepertinya Bapak Menteri ini belum membaca habis Pasal 30 seluruhnya. Dalam ayat selanjutnya, ayat (2), disebutkan bahwa:

“Pendanaan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan dana dari swasta.”

Pasal 30 sendiri memberikan batasan mengenai sumber pendanaan penelitian adalah dari APBN, APBD dan swasta. Bukan dari pungutan masayarakat dalam membeli bahan bakar tersebut. Pungutan kepada pengguna atau konsumer BBM tidak termasuk digolongkan dalam ketiga sumber tersebut.

Dalam ayat (3) dinyatakan bahwa:

“Pengembangan dan pemanfaatan hasil penelitian tentang energi baru dan energi terbarukan dibiayai dari pendapatan negara yang berasal dari energi tak terbarukan.”

Dan terakhir dalam ayat (4) disebutkan:

“Ketentuan mengenai pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

Melibatkan masyarakat dalam pembangunan negara adalah kewajiban. Namun, apabila hal tersebut dilaksanakan dengan serampangan, tanpa dasar hukum yang jelas apalagi sampai melakukan kebijakan yang bertentangan dengan UU, itu yang tidak tepat. Kebijakan tersebut menjadi tidak bijak.

Jadi teringat apa yang disampaikan oleh Prof. Yusril Ihza Mahendra tentang pengelolaan negara. Yusril menegaskan bahwa mengelola negara tidak sama dengan mengelola warung. Kalau mengelola rumah tangga atau warung, apa yang terlintas dalam pikiran bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Negara tidak begitu. Suatu kebijakan harus ada landasan hukumnya. Kalau belum ada siapkan dulu landasan hukumnya agar kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan.

Aji Mumpung Sudirman Said

Sejujurnya, penulis sudah menduga akan ada drama selanjutnya, sekuel dari Sudirman Said. Setelah menghebohkan dengan kasus yang bertagar papa minta saham, yang mana Sudirman berposisi (diposisikan-pen) sebagai seorang pahlawan; atau (dikondisikan) menjadi seorang protagonis, pembela rakyat. Dengan mimik meyakinkan, ketika diperiksa menjadi di MKD ia selalu berargumen, saya lakukan demi rakyat, demi rakyat, demi rakyat. Banyak rakyat memuji dan memuja semangat Sudirman Said ini. Ini menteri yang luar biasa. Mungkin begitu.

Apakah Sudirman Said akan keukeuh dengan pungutan tersebut? Apabila iya, apakah rakyat akan tetap manggut-manggut terhadap pungutan ini?

Salam #papamintareceh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun