Mohon tunggu...
Akhmad Syaikhu
Akhmad Syaikhu Mohon Tunggu... Administrasi - Kuli Dunia

"Semakin bertambah ilmuku, semakin aku tahu akan kebodohanku"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surat Terbuka: Buat Bapak Ignasius Jonan

28 Januari 2014   10:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yth. Bapak Ignasius Jonan

Di Tempat

Sebelumnya saya haturkan berjuta-terima kasih (lebay ih, hhee), karena salah satunya berkat bapak Ignasius Jonan, CEO PT KAI, yang berhasil mengubah wajah 'kumuh' transportasi Kereta Api menjadi lebih baik. Saya sedari kecil adalah penikmat transportasi kereta api. Sungguh merasakan perubahan signifikan. Saya telah merasakan berbagai macam kelas di kereta api, dan yang paling mengalami perubahan adalah kelas ekonomi; kelas yang dicintai rakyat. Dari yang dahulu naik kereta tanpa tiket pun aman-aman saja, binatang ternak boleh naik, kepulan asap rokok dimana-mana, hingga sekarang; kereta yang bersih, bebas kepulan jamaah perokok, bebas dari pengamen; penjaja makanan kecil, apalagi binatang ternak. Luar biasa.

Bahkan ketika saya naik kereta, banyak masyarakat yang 'membicarakan' prestasi kereta, pak. Dari kebersihannya; keamanannya; ketepat-waktuan-nya; pokoknya positif pak. Salut banget.

Puncaknya bapak dianugerahi CEO BUMN terbaik tahun 2013, salut pak. Pantas. Hanya saja, (kalau boleh ya pak), memberikan beberapa saran dan masukan demi baik-nya transportasi ini. Langsung saja ya pak, biar nggak kepanjangan, karena saya tahu, bapak sibuk (hehe). Ini pengalaman saya di stasiun senen pak. Begini pak:

1. Waktu itu terjadi keramaian yang amat sangat. Bahkan ada beberapa orang yang sudah tersulut emosi; memarahi penjaga loket. Ketika itu posisinya ramai sekali (padat pula ditunjang tempat tiket yang sempit); loket yang melayani hanya 2 saja. Seharusnya loket dibuka semua. Apa perlu saya panggil pak Dahlan Iskan, biar ngeluarin jurus mabuk ngamuk-ngamuk lagi pak, seperti di gerbang Tol itu? Hehhe.

2. Pemilihan tempat tiket di stasiun senen, yang seperti dikurung itu. Mana banyak yang naik kereta ekonomi. Jadi berjubel. Rentan pencopetan. Memang sudah ditempatkan pencetakan tiket on-line, hanya saja menurut saya tidak efektif. Selain tempatnya di sudut mati. Lalu ada beberapa yang menggunakan layar sentuh. Ya, kalau bagi saya mudah saja, hanya saja pengalaman bapak-bapak yang antri di depan saya. Dia sudah sepuh (lanjut usia), dia kebingungan. Lalu saya bantu (seharusnya ditempatkan petugas di situ pak, biar jauh lebih efisien).

3. Pak, kan kita rata-rata orang Islam, kenapa di kereta nggak ditambah gerbong musholla? Ya sediakan tempat kecil saja pak. Minimal muat 2-4 orang, untuk menghadap Tuhan (ya barangkali ada yang negdoain KAI supaya lebih jaya lagi).

4. Banyak penipuan di stasiun kereta api. Ini pengalaman saya di Gambir pak. Ketika menunggu kereta, ada orang yang 'mengaku-aku' sebagai orang yang kecopetan. Dia menggunakan baju pegawai Pajak (Direktorat Pajak) plus kartu identitasnya. Dia menceritakan telah kecopetan. Dia meminta tolong kepada saya untuk meminjam uang; yang nanti akan diganti. Tetapi felling saya yang tidak enak, saya laporkan ke petugas kereta api. Dan benar saja, ternyata dia seorang penipu.

5. Ini yang agak buat miris pak. Mungkin bawahan melakukan sesuai instruksi dari petinggi. Dimana ketika kereta yang saya pakai (Bengawan), sedang kres dengan kereta lain, di sekitar stasiun Prupuk (Jawa Tengah), ada penjual makanan yang naik. Asongan. Dia menjajakan makanan; rames. Yang lebih terjangkau dari yang ada di restorasi. Jadi banyak yang membeli. Lalu penjual itu ketahuan petugas, di kejar-lah penjual tersebut. ditangkap secara kasar, lalu digiring menuju tempat 'pesakitan', yang entah akan diapa-kan. Hanya saja? Apa si pak tujuan BUMN? Perusahaan yang ada karena rakyat, tapi mencederai rakyat? Saran saya si pak, dari pada nanti jadi api dalam sekam (bisa saja nanti penjual itu beserta penjual yang lain ngamuk, ngerusakin kereta atau bisa saja penjual itu kehilangan mata pecaharian, lalu dia menjadi penjahat, siapa yang salah pak?). Saran saya si pak, panjual-penjual yang seperti itu, coba bapak tawarkan untuk menjadi petugas KAI (yang tentu dengan standar tertentu), untuk menjadi petugas di kereta, seperti penjual makanan yang keliling di kereta, atau penjaja bantal atau pembersih toilet, saya pikir ini win-win solution. Atau bisa penjual dengan merelokasi penjual di stasiun, lalu membuat semacam market gitu (asal jaga kebersihan -ini syarat dari bapak buat mereka, pasti patuh pak-). Daripada terlalu ngejar untung dengan kerja-sama dengan indo*aret, R*ti-O, dll. Bagaimana pak Dahlan?? BUMN buat rakyat, kan?

Mungkin dengan surat seperti ini banyak yang protes. Pro-kontra. Biasa. Inilah hidup. Sudi-lah kira-nya bapak memperhatikan. Ini hanya surat kecil dari rakyat pak. Jangan larang saya naik kereta api ya pak. Terlanjur cinta saya. Semoga ke depannya, PT KAI semakin jaya. Semakin bisa membanggakan rakyat! J

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun