Malam itu, langit dihiasi oleh kembang api yang berkilauan. Suara letusan dan teriakan gembira menggema di seluruh penjuru kota. Di sebuah sudut kecil, seorang pemuda bernama Ardi duduk termenung di tepi danau, jauh dari keramaian. Di tangannya tergenggam sebuah buku lusuh, penuh coretan harapan yang belum tercapai dari tahun-tahun sebelumnya.
Ardi memandangi langit yang berwarna-warni sambil menghela napas panjang. Tahun ini terasa berat baginya. Pekerjaan yang tak kunjung stabil, keluarga yang mulai ragu pada mimpinya menjadi seorang seniman, dan teman-teman yang perlahan menjauh karena kesibukan masing-masing.
"Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" gumamnya pelan.
Suara langkah kaki mendekat. Ardi menoleh dan melihat seorang gadis muda dengan syal merah menghampirinya. Gadis itu membawa termos kecil dan dua cangkir plastik.
"Kamu sendirian di sini?" tanya gadis itu dengan senyum hangat.
Ardi mengangguk pelan. "Ya, ingin menikmati tahun baru dengan tenang."
Gadis itu duduk di sampingnya tanpa meminta izin. "Aku Maya. Kamu?"
"Ardi," jawabnya singkat.
Maya menuangkan teh hangat ke dalam kedua cangkir dan menyerahkan salah satunya kepada Ardi. "Kadang, tenang itu perlu. Tapi kalau terlalu sering sendiri, bisa jadi beban."
Ardi tersenyum tipis, tapi tidak menanggapi. Mereka terdiam beberapa saat, hanya menikmati suara gemericik air dan hembusan angin malam.