Rindu Tanpa Batas: Kasih Anak Rantau di Hari Ibu
Mentari pagi menyemburatkan sinarnya di langit desa, menyapa pepohonan yang bergoyang perlahan diterpa angin. Di sudut sebuah rumah kayu sederhana, seorang wanita paruh baya tengah menyapu halaman dengan sapu lidi. Wajahnya yang penuh kasih sayang terpancar dari senyum kecil yang kerap ia lemparkan pada ayam-ayam peliharaannya. Itulah Ibu Nur, seorang wanita yang tak pernah lelah mencurahkan cinta untuk anak-anaknya, meskipun mereka kini telah beranjak jauh merantau.
Di kota yang berjarak ratusan kilometer dari desa itu, Dika, putra bungsu Ibu Nur, sedang sibuk merencanakan sesuatu. Di sela-sela pekerjaannya sebagai seorang staf di perusahaan kecil, ia terus memikirkan cara untuk memberikan kejutan istimewa pada ibunya. Hari Ibu yang semakin dekat membuat kerinduan di dadanya kian membuncah.
"Masih ingat nggak, Nak? Hari Ibu tahun lalu Ibu cuma minta kamu rajin makan dan jaga kesehatan," pesan itu terus terngiang di telinganya setiap kali ia menelepon ibunya. Sederhana, tetapi penuh cinta.
Dika memutuskan untuk pulang tanpa memberi tahu ibunya. Setelah berbicara dengan kakaknya yang tinggal di kota lain, mereka sepakat untuk menyusun rencana kecil-kecilan. Kakaknya, Fina, akan ikut membantu dengan memastikan semuanya berjalan lancar. Dika merasa bersemangat, meskipun harus memotong sebagian gajinya untuk perjalanan pulang.
Pada malam sebelum keberangkatan, Dika mengemas barang-barang sederhana: sehelai kerudung baru yang ia beli di toko dekat kantornya, sepucuk surat, dan bingkisan kecil berisi kue favorit ibunya. Barang-barang itu adalah simbol kasih sayangnya yang tak pernah pudar.
Perjalanan panjang menuju desa ditempuhnya dengan penuh harap. Sepanjang perjalanan, kenangan masa kecil bersama ibunya berkelebat dalam benaknya. Ia teringat saat-saat ibunya membangunkannya di pagi hari dengan lembut, menyiapkan sarapan, dan menyemangatinya untuk terus belajar meskipun hidup serba sulit.
Ketika bus yang ia tumpangi tiba di terminal desa, langit sudah mulai berwarna jingga. Dika melangkah dengan hati-hati menyusuri jalan setapak yang mengarah ke rumahnya. Sepanjang jalan, ia bertemu beberapa tetangga yang menyapa ramah.
"Eh, Dika! Tumben pulang. Ibumu pasti senang sekali," ujar salah seorang tetangga.
Dika hanya tersenyum, mencoba merahasiakan kejutan itu.