Mohon tunggu...
Ahmad Syaihu
Ahmad Syaihu Mohon Tunggu... Guru - Guru MTsN 4 Kota Surabaya

Guru yang suka menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Lawang Sewu Semarang Menjadi Tempat yang Angker Tapi Mengasyikkan

11 Agustus 2024   14:10 Diperbarui: 11 Agustus 2024   14:15 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis (tengah) bersama siswa dan guru MTsN 4 Kota Surabaya mampir ke Lawang Sewu sebelum melanjutkan ke Jakarta (dokpri)

Menghidupkan Kembali Sejarah, Pengalaman Menyentuh di Lawang Sewu (Ahmad Syaihu) 

Sore ini, sekitar November 2021 cuaca Kota Semarang sedang bersahabat, seakan menyambut hangat kedatangan rombongan kami yang terdiri dari empat bus pariwisata. Destinasi pertama yang kami tuju adalah Lawang Sewu, sebuah ikon kota Semarang yang tak hanya populer di kalangan wisatawan nusantara, tetapi juga di antara turis asing, khususnya dari Eropa dan Belanda. Lawang Sewu menjadi magnet bagi mereka yang ingin mengunjungi bangunan bersejarah peninggalan zaman kolonial Belanda di Indonesia.

Benarkah Lawang Sewu berpintu seribu ayo buktikan (dokpri)
Benarkah Lawang Sewu berpintu seribu ayo buktikan (dokpri)

Benarkah Lawang Sewu Berpintu Seribu?

Satu hal yang kerap mengundang tanya adalah nama Lawang Sewu itu sendiri. Apakah benar gedung ini memiliki seribu pintu seperti yang tersirat dari namanya? Lawang Sewu, yang dalam bahasa Jawa berarti "pintu seribu," memang dikenal sebagai bangunan dengan banyak pintu, tetapi faktanya jumlah pintunya hanya sekitar 300-an. Jendela-jendela besar yang menyerupai pintu inilah yang mungkin menjadi alasan mengapa tempat ini diberi nama Lawang Sewu.

Gedung ini dibangun pada masa kolonial Belanda dan awalnya digunakan sebagai kantor administrasi perkeretaapian oleh perusahaan kereta api Belanda. Namun, sejarah kelam menyelimuti gedung ini saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942-1945. Lawang Sewu beralih fungsi menjadi penjara bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia. Penjara bawah tanahnya menjadi saksi bisu penyiksaan yang dialami oleh para pejuang yang ditahan di sana, dan tidak sedikit dari mereka yang kehilangan nyawa di tempat ini.

Gedung Lawang Sewu nampak angker pada sore dan malam hari (DInas Pariwisata Semarang)
Gedung Lawang Sewu nampak angker pada sore dan malam hari (DInas Pariwisata Semarang)

Keangkeran dan Daya Tarik Lawang Sewu

Ketika rombongan kami tiba di Lawang Sewu, seorang siswa, Adinda, bertanya, "Pak, apa benar Lawang Sewu dulunya adalah bangunan yang berfungsi sebagai penjara?" Saya tidak langsung menjawabnya dengan pasti, melainkan mengajaknya untuk menyaksikan sendiri dan mendengarkan penjelasan dari pemandu wisata di dalam gedung. Saya percaya, pengalaman langsung akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam.

Bangunan ini, yang sekarang masih dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), tidak hanya menjadi tempat wisata sejarah tetapi juga menjadi saksi bisu masa lalu yang kelam. 

Banyak yang mengatakan bahwa keangkeran Lawang Sewu paling terasa ketika mengunjunginya pada malam hari. Dengan lampu-lampu yang redup, suasana mistis semakin terasa, mengingatkan kita akan kisah-kisah tragis yang pernah terjadi di sini. Bagi yang berani, mengunjungi Lawang Sewu pada malam hari bisa menjadi pengalaman yang tak terlupakan, meskipun suasananya tentu berbeda dibandingkan dengan kunjungan di siang hari.

Menghidupkan Sejarah dan Menggugah Rasa Penasaran

Lawang Sewu bukan hanya tentang pintu-pintu besar dan cerita horor, tetapi juga tentang bagaimana sejarah dan budaya bisa hidup kembali melalui pengalaman langsung. 

Saat berada di sana, pengunjung bisa melihat berbagai koleksi yang berkaitan dengan sejarah perkeretaapian Indonesia, seperti miniatur lokomotif, mesin ketik, dan telegram yang masih terawat dengan baik. Semua ini memberikan gambaran tentang perkembangan teknologi dan transportasi di masa lalu, serta peran penting Lawang Sewu dalam sejarah perkeretaapian Indonesia.

Tak hanya itu, Lawang Sewu juga menawarkan lebih dari sekadar pameran statis. Gedung ini bisa disewa untuk berbagai acara, mulai dari pameran, pemotretan, hingga acara pernikahan. Dengan demikian, Lawang Sewu terus relevan di era modern, meskipun menyimpan cerita masa lalu yang begitu kuat.

Bersantai setelah keliling Lawang Sewu (dokpri)
Bersantai setelah keliling Lawang Sewu (dokpri)

Optimalisasi Potensi Wisata Sejarah

Meskipun Lawang Sewu sudah menjadi destinasi wisata yang populer, masih ada ruang untuk meningkatkan daya tariknya. Salah satu caranya adalah dengan menambahkan fasilitas interaktif yang lebih modern, seperti aplikasi pemandu virtual atau augmented reality yang memungkinkan pengunjung melihat bagaimana kondisi gedung ini pada masa lalu. Selain itu, menambahkan kafe bertema sejarah atau toko suvenir dengan koleksi unik juga bisa menjadi daya tarik tambahan.

Untuk tarif masuknya, Lawang Sewu menetapkan harga yang cukup terjangkau. Dengan Rp20.000 untuk dewasa dan Rp10.000 untuk anak-anak, pengunjung bisa menjelajahi gedung bersejarah ini dan merasakan suasana yang begitu kental dengan sejarah. Lawang Sewu buka dari pukul 07.00 hingga 21.00, memberikan fleksibilitas waktu bagi pengunjung untuk menikmati kunjungan mereka, baik di pagi, siang, maupun malam hari.

Lawang Sewu nampak dari Simpang Lima Semarang (Harian.com)
Lawang Sewu nampak dari Simpang Lima Semarang (Harian.com)

Wasana Kata

Kunjungan ke Lawang Sewu adalah lebih dari sekadar perjalanan wisata; ini adalah perjalanan menyusuri jejak sejarah yang penuh dengan cerita, baik yang menyenangkan maupun yang tragis. Lawang Sewu menjadi simbol bagaimana masa lalu yang kelam bisa dihidupkan kembali sebagai pengingat akan perjuangan dan pengorbanan, sekaligus sebagai tempat yang terus relevan di masa kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun