Batasan Usia Memupus harapan Penulis Menjadi Kepala Madrasah
Pada tahun 2021, ketika dunia masih bergulat dengan pandemi COVID-19, Kementerian Agama Indonesia membuka rekrutmen untuk calon Kepala Madrasah. Program ini ditujukan untuk guru yang memiliki kompetensi tertentu, dengan beberapa persyaratan penting. Selain administrasi seperti ijazah minimal S-1, Akta Mengajar, SK Pengangkatan sebagai PNS, SK terakhir, dan Daftar Penilaian dari atasan, ada beberapa syarat tambahan yang harus dipenuhi. Salah satu syarat yang cukup menantang adalah batasan usia, yaitu tidak boleh lebih dari 54 tahun saat mendaftar.
Penulis, seorang guru dengan masa kerja 22 tahun dan memiliki golongan IVA, berusia 54 tahun lebih 4 bulan saat itu. Meskipun memenuhi semua persyaratan administrasi dan kompetensi, penulis dan beberapa rekannya merasa optimis dan memutuskan untuk mendaftar. Mereka melengkapi semua dokumen yang diperlukan, termasuk surat kesehatan dari Rumah Sakit Pemerintah serta surat rekomendasi dari Kepala Madrasah dan Pengawas Madrasah.
Namun, harapan tersebut pupus ketika penulis mencoba membuka akun pendaftaran. Sistem langsung memberikan notifikasi bahwa penulis tidak memenuhi syarat, bahkan sebelum data pribadi dimasukkan. Ternyata, sistem pendaftaran sudah terhubung dengan data pokok pegawai Kementerian Agama di Pusat Data. Dengan demikian, setiap pendaftar langsung terdeteksi usianya, dan penulis dinyatakan tidak memenuhi syarat usia maksimal.
Pengalaman ini memicu perenungan mendalam tentang relevansi batasan usia dalam rekrutmen. Mengapa masih ada perusahaan atau instansi yang mensyaratkan batasan usia tertentu ketika membuka lowongan pekerjaan? Apakah perusahaan lebih percaya pekerja muda karena dianggap memiliki lebih banyak energi? Atau, apakah pekerja yang sudah berusia lebih tua dianggap kurang dinamis dalam beradaptasi dengan perubahan?
Dari sudut pandang praktis, batasan usia mungkin diterapkan untuk menjaga keseimbangan antara pengalaman dan stamina. Pekerja muda sering dianggap lebih cepat beradaptasi dengan teknologi baru dan perubahan dalam dunia kerja. Mereka juga dianggap memiliki energi yang lebih untuk menjalani tugas-tugas yang mungkin memerlukan fisik dan mental yang prima.
Namun, batasan usia ini sering kali dianggap tidak adil bagi pekerja yang sudah berusia lebih tua. Mereka yang memiliki pengalaman kerja puluhan tahun tentu memiliki keunggulan dalam hal pengetahuan, ketrampilan, dan kebijaksanaan yang didapat dari pengalaman panjang mereka. Selain itu, dalam banyak kasus, pekerja yang lebih tua juga menunjukkan loyalitas dan stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan pekerja yang lebih muda.
Kompasianer bisa mempertanyakan relevansi dari batasan usia ini. Apakah masih relevan untuk saat ini? Bukankah setiap individu, berapa pun usianya, memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan kerja selama memenuhi syarat lainnya? Di dunia yang semakin menghargai inklusivitas dan keanekaragaman, kebijakan yang mengecualikan pekerja berdasarkan usia bisa dianggap usang dan diskriminatif.
Pengalaman pribadi penulis ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh banyak pekerja yang sudah berusia lebih tua. Meskipun memiliki kualifikasi dan pengalaman yang memadai, mereka sering kali terhalang oleh kebijakan usia yang kaku. Ini menjadi sebuah ironi, mengingat bahwa pengalaman dan kebijaksanaan yang mereka bawa bisa sangat berharga bagi organisasi.
Beberapa perusahaan mungkin berargumen bahwa mereka perlu menjaga komposisi usia tertentu dalam tim untuk menjaga dinamika dan energi tim. Namun, dalam praktiknya, keragaman usia dalam tim justru bisa menjadi aset. Pekerja muda bisa belajar banyak dari pengalaman senior, sementara pekerja senior bisa mendapatkan perspektif baru dari rekan-rekan yang lebih muda.
pengalaman penulis ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus memperjuangkan kesetaraan dalam dunia kerja. Setiap individu, tanpa memandang usia, harus memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi. Batasan usia dalam rekrutmen perlu ditinjau kembali agar tidak menjadi penghalang bagi mereka yang masih memiliki banyak hal untuk ditawarkan. Dengan demikian, kita bisa menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, adil, dan dinamis bagi semua pihak.
Nilai Positif Pembatasan Usia dalam Bidang Kerja/Jabatan
Keseimbangan Energi dan Stamina:
- Membatasi usia bisa memastikan bahwa pekerja memiliki energi dan stamina yang cukup untuk menjalani tugas-tugas yang memerlukan fisik dan mental yang prima.
Adaptasi Teknologi:
- Pekerja yang lebih muda biasanya lebih cepat beradaptasi dengan teknologi baru dan perubahan dalam dunia kerja.
Perencanaan Karir:
- Pembatasan usia bisa membantu dalam merencanakan karir jangka panjang dan suksesi jabatan, memastikan regenerasi yang berkelanjutan dalam organisasi.
Kreativitas dan Inovasi:
- Pekerja muda sering kali membawa ide-ide segar dan inovatif yang bisa mendorong perkembangan dan kreativitas dalam organisasi.
Kompatibilitas Fisik:
- Beberapa pekerjaan memang membutuhkan kemampuan fisik tertentu yang lebih mudah dicapai oleh pekerja yang lebih muda.
Nilai Negatif Pembatasan Usia dalam Bidang Kerja/Jabatan
- Diskriminasi:
- Pembatasan usia bisa dianggap sebagai bentuk diskriminasi, menghalangi pekerja berpengalaman yang lebih tua dari kesempatan yang adil.
- Kehilangan Pengalaman:
- Mengabaikan pekerja yang lebih tua berarti kehilangan pengetahuan, ketrampilan, dan kebijaksanaan yang mereka bawa dari pengalaman panjang mereka.
- Loyalitas dan Stabilitas:
- Pekerja yang lebih tua sering kali menunjukkan loyalitas dan stabilitas yang lebih tinggi, yang bisa menjadi aset bagi perusahaan.
- Kurangnya Keragaman Usia:
- Pembatasan usia bisa mengurangi keragaman usia dalam tim, yang justru bisa menjadi kekuatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan dinamis.
- Kesempatan yang Terbatas:
- Pekerja yang lebih tua bisa merasa terbatas dan kehilangan motivasi jika mereka melihat bahwa peluang untuk naik jabatan atau mendapatkan pekerjaan baru terhalang oleh batasan usia.
Refleksi dan Kesimpulan
Dalam konteks rekrutmen dan promosi jabatan, penting untuk menyeimbangkan antara kebutuhan organisasi dan hak individu. Meskipun ada manfaat tertentu dari pembatasan usia, ada juga kerugian signifikan yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, organisasi perlu meninjau kebijakan mereka secara berkala untuk memastikan bahwa mereka menciptakan lingkungan kerja yang adil, inklusif, dan menghargai kontribusi dari semua karyawan, tanpa memandang usia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H