Di bawah sinar mentari, di sudut meja makan siang,
Terhamparlah bekal, sumber kebahagiaan tiap hari,
Roti yang gurih, lauk yang menggoda,
Senyum terukir di wajah yang lapar menanti.
Gelak tawa melintas di antara gigitan,
Santapan sederhana menyatukan hati,
Cerita-cerita ringan berjalan beriringan,
Di antara mulut yang sibuk mengunyah.
Ada tempe goreng yang menggiurkan,
Dan nasi putih yang mengenyangkan,
Serta sambal pedas yang membangkitkan semangat,
Di setiap sudut, ada aroma yang menari-nari.
Tetawa bergema di sekitar meja,
Seperti riuhnya pasar pada hari Minggu,
Canda tawa mengalir bagai sungai,
Menghilangkan penat dari beban hari.
Ada kisah lucu tentang kantoran,
Dan ulah anak-anak yang selalu menghibur,
Setiap sendokan berisi kelezatan,
Menghadirkan kebahagiaan tanpa batas.
Pisang goreng hangat mengundang senyum,
Es teh manis meredakan dahaga,
Semua berpadu dalam harmoni yang indah,
Di dalam rutinitas makan siang yang sederhana.
Tidak ada yang terlalu serius,
Semua terlukis dalam warna ceria,
Gurauan terbang dari satu ke yang lain,
Seiring dengan tiap suapan yang diambil.
Makan siang bukan sekadar mengisi perut,
Tetapi juga merajut ikatan di antara kita,
Senyum dan tawa adalah bumbu utama,
Yang membuat rasa makan menjadi lebih nikmat.
Janganlah kita lewatkan momen ini,
Karena di antara ketegangan hidup,
Makan siang adalah waktu untuk bersantai,
Dan menikmati kehadiran teman-teman tercinta.
Di bawah naungan pohon rindang,
Atau di ruang kantor yang berantakan,
Humor makan siang mengalir seperti air,
Memberi warna pada keseharian yang terkadang membosankan.
Jadi mari kita sambut dengan bahagia,
Setiap saat makan siang yang tiba,
Karena di sana, di antara canda dan tawa,
Kita menemukan kehidupan yang sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H