Menyingkap Isu Pemilu dan Kehidupan Masyarakat Adat: Tantangan dan Langkah Masa Depan Indonesia//Syaihu
Pada debat Cawapres kemarin, sorotan tertuju pada masyarakat adat. Bagaimana para Pasangan Capres dan Cawapres melihat keberadaan mereka?
Debat Cawapres baru-baru ini menyoroti isu penting tentang masyarakat adat di Indonesia. Misi dan visi para kandidat terhadap keberadaan masyarakat adat menjadi sorotan, terutama dalam konteks kepemiluan. Faktanya, masih banyak masyarakat adat yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sebuah kendala yang dapat memengaruhi hak pilih mereka saat Pemilu.
Menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), pada tahun 2022, terdapat sekitar 17 juta jiwa masyarakat adat yang tersebar dalam 2.300 komunitas di Indonesia. Dalam konteks Pemilu, keberadaan KTP menjadi krusial. Bagaimana masyarakat adat bisa menggunakan hak pilihnya jika tak memiliki identitas resmi?
Hak Pilih Masyarakat Adat: Tantangan dan Solusi
Ketidakmampuan sebagian masyarakat adat untuk memiliki KTP menjadi tantangan serius. Hak suara adalah hak fundamental dalam demokrasi, dan setiap warga negara seharusnya dapat mengaksesnya tanpa hambatan. Maka, langkah-langkah konkret perlu diambil untuk memastikan partisipasi penuh masyarakat adat dalam proses pemilihan.
Para kandidat presiden dan wakil presiden perlu memprioritaskan solusi bagi permasalahan ini. Bukan hanya berbicara tentang visi dan misi, tetapi juga memberikan rencana aksi konkret untuk memastikan bahwa masyarakat adat dapat menggunakan hak pilihnya tanpa hambatan administratif.
Kehadiran Pemerintah dan RUU Masyarakat Adat
Pentingnya peran pemerintah dalam menangani isu masyarakat adat tidak bisa dipandang sebelah mata. Terlebih lagi dengan belum disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat. Kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan memastikan kesejahteraan mereka.