Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan bulan yang dengan kebahagiaan. Satu diantara momen yang tak pernah lepas dari ingatan kita ketika bulan ramadhan adalah suasana ngabuburit, bangun pagi untuk sahur dan buka bersama.Â
Bagi sebagian teman saya, ramadhan menjadi batu loncatan untuk membuat usahanya makin berkembang. Khususnya bagi mereka yang bergerak di bidang makanan. Tidak jarang yang mampu buka cabang setelah karena dapat omset cukup besar ketika jualan di bulan ramadhan.
Lebih luas lagi fenomena di bulan ramadhan juga banyak warna-warni gerakan seperti kepentingan politik, sosial keagamaan dan keilmuan. Contohnya ada yang memanfaatkan untuk membangun awarness brand, mencuri perhatian publik dengan dalih intoleransi, dan mengatasnamakan kelemahan sebagai alasan tidak menjalankan puasa terlebih ramadhan tahun ini mendekati tahun politik. Semuanya tampak di ramadhan ini.
Tidak lupa dari perhatian kita disaat ramadhan adalah liburan atau cuti yang cukup panjang untuk pulang kampung. Ramadhan juga menjadi ladang ibadah yang sangat baik. Tanpa disadari semangat beribadah bulan Ramadhan sekian persen meningkatkan dibandingkan bulan biasanya.Â
Mungkin karena naluriah kita sebagai manusia yang mengalami bulan Ramdhan hanya satu kali saja dalam setahun. Selain itu juga ada ladang untuk beramal Sholeh dengan berlatih berbisnis. Mulai jual takjil, kolak dan pakaian.
Bulan Ramadhan penuh berkah bagi siapa saja yang mau untuk berperan bisa berbuat sesuatu yang bisa dikaryakan dan dimonetis. Jangankan makanan, penjual fashion juga tidak mau kalah.Â
Berlomba untuk menarik pelanggan dengan beragam diskon menarik. Secara psikologis kita juga sebagai target konsumen merasa ingin membelanjakan sebanyak mungkin. Ingin memberikan reward kepada diri sendiri yang sudah berpuasa seharian penuh bahkan sebulan mendatang. Membelanjakan diri dengan keputusan keuangan ditentukan di meja makan.
Ada riset yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia pengeluaran belanja naik 25-50 persen pada bulan ramadhan (katadata.co.id). Selain ada pengeluaran yang diwajibkan secara keagamaan seperti sedekah, infak, dan zakat biaya konsumsi menjadi yang paling besar. Berbuka puasa di luar, sahur dengan lebih bergizi, dan membeli kebutuhan lainnya. Kemampuan untuk merencanakan anggaran konsumsi begitu penting agar  pengeluaran tidak membengkak begitu tinggi.
Perasaan yang demikian akan mempengaruhi pola kehidupan keseharian dalam mengelola keuangan belanja sehari-hari. Akan berdampak pada gaya hidup yang secara keuangan tidak dianjurkan bermewah sedangkan diluar kemampuan.Â
Terutama bagi kita yang masih mengandalkan satu sumber pendapatan. Seperti gaji kantor, hasil usaha, atau bagi yang mahasiswa hanya mengandalkan kiriman dari orang tua di kampung. Maka dari itu pentingnya menerapkan gaya hidup halal di bukan ramadhan ini.
Gaya hidup seimbang ini sebenarnya bagian dari pendidikan keuangan syari'ah. Artinya diperbolehkan kita menerapkan hidup yang cukup mewah jika mempunyai pendapatan di atas pengeluaran. Pendapatan kita bisa memback up keuangan kita yang sedang berlangsung. Setidaknya mampu menjalani hidup tanpa harus berhutang hanya karena disebabkan keinginanmu yang tidak bisa dikendalikan.Â
Mengatur keuangan tidak selalu tentang angka dan hitungan. Tetapi juga berkaitan dengan emosional seseorang. Tentu berbeda cara seorang yang realistis dan idealis dalam menggunakan uangnya. Si realistis lebih pada menyesuaikan dengan keuangan sedangkan idealis menjujung tinggi egonya.
Membuat perencanaan konsumsi untuk mengontrol pembelanjaan pribadi. Selayaknya menjadi bulan penuh ampunan bukan bulan bengkak anggaran sesuai dengan data diatas bahwa kemampuan konsepsi kita di bulan Ramadan naik dari aspek konsumsi dan ini menandakan bahwa kita masih belum mampu memaknai ramadhan secara keuangan artinya ramadan bukan cuman menahan dari makan dan minum tapi juga menahan dari egoisme membelanjakan anggaran tanpa perencanaan
Beberapa tips agar tidak membengkak anggaran di bulan Ramadhan adalah membuat membuat perencanaan untuk memasak makanan sendiri seperti untuk berbuka puasa dan sahur. Metodenya bisa menggunakan to do list belanja. Bisa dihitung berapa efisiensi jika masak makanan sendiri dibanding membeli makanan dari luar.
Fokus pada makanan bergizi bukan hanya ingin selfie. Tak kalah penting adalah selama bulan ramadhan mengkonsumsi makanan yang bergizi agar energi kita tercukupi untuk melaksanakan ibadah dan kegiatan seharian. Kendati membeli makanan karena hanya trend atau hanya karena ingin selfie seperti di media sosial karena itu akan membuat perilaku kita rela untuk mengeluarkan uang lebih banyak.
Begitulah serba-serbi bulan penuh ampunan tapi juga bisa membengkak secara anggaran. Meskipun secara  potensi untuk meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan skill bisnis kita juga terbuka lebar. Sebagainana puasa ramadhan untuk menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa tapi juga berfungsi untuk belaja menahan dari belanjan yang tidak terkontrol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H