Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Salah Diksi, "Kuliah Tidak Wajib" jadi Polemik

21 Mei 2024   10:26 Diperbarui: 21 Mei 2024   12:27 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://pixabay.com/illustrations/school-education-welcome-learn-8766573/

Tentu tidak menjadi persoalan bagi perguruan tinggi yang berhasil memenuhi kebutuhannya dari bisnis atau usaha yang dibangunnya. Namun, akan celaka bagi perguruan tinggi yang hanya mengandalkan biaya dari mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya. Akibatnya, biaya kuliah pun naik dengan sangat drastis hingga sulit dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.

Padahal, sebagaimana sudah dibahas di muka bahwa pendidikan adalah kunci untuk meraih masa depan gemilang. Lantas, bagaimana mungkin masa depan gemilang dapat diraih bila pendidikan masih sangat mahal? Sementara mayoritas masyarakat masih berada dalam garis menengah ke bawah, yang artinya mayoritas masyarakat akan sulit menjangkau pendidikan tinggi.

Lebih miris lagi ketika Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek memberikan pernyataan kontroversial. Bahwa pendidikan tinggi tidak wajib. Pendidikan tinggi hanya diperuntukkan bagi mereka yang ingin mendalami keilmuan.

Secara konten, pernyataan ini memang tidak ada persoalan sebab wajib belajar di Indonesia hanya sampai jenjang sekolah menengah atas. Namun, pernyataan ini akan menimbulkan persepsi negatif sebab tidak relevan dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Apalagi pernyataan ini disampaikan pada situasi dan kondisi yang tidak tepat.

Adapun situasi dan kondisi yang dimaksud antara lain: pertama, umumnya persyaratan masuk kerja di Indonesia mempersyaratkan calon karyawan lulusan sarjana. Hal ini menimbulkan kontradiktif. Jika pernyataan itu dimaknai serampangan, artinya perguruan tinggi tidak masalah menaikkan harga pendidikan berapa pun besarnya. Pemerintah juga tidak wajib memberikan subsidi agar pendidikan tinggi tetap terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Jika hal itu terjadi maka jangan kaget bila pengangguran akan semakin bertambah pesat di masa depan.

Kedua, persaingan global sudah tidak bisa ditampik lagi. Tak ada jalan lain untuk memenangkan persaingan kecuali memperbaiki pendidikan sumber daya manusianya. Jika sumber daya manusianya tidak diberi pendidikan yang baik, mungkinkah Indonesia akan mampu bersaing?

Pernyataan pejabat tinggi tersebut mengesankan bahwa pembodohan dan pemiskinan masyarakat memang disengaja oleh pemerintah. Pemerintah belum memiliki kesungguhan untuk memperbaiki nasib bangsa ini ke depan. Pemerintah belum memiliki keseriusan untuk memperbaiki masa depan bangsa dan negara ini.

Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya segera mengambil tindakan positif terhadap pernyataan yang menimbulkan polemik tersebut. Bagaimanapun pendidikan bukan saja menjadi hak setiap warga negara dan kewajiban bagi negara untuk memenuhinya, akan tetapi juga merupakan kunci utama bagi negara untuk memenangkan persaingan dan meraih masa depan yang gemilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun