Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tanggung Jawab Moral Penulis

19 April 2024   06:39 Diperbarui: 19 April 2024   06:54 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.pexels.com

Menulis memang tidak dapat dianggap terlalu mudah. Selain karena menulis termasuk kegiatan yang kompleks dari segi teknis, seorang penulis juga memiliki tanggung jawab moral.

Sore tadi, ada seorang perempuan yang ngajak diskusi tentang dunia kepenulisan di gubuk saya. Kebetulan dia sedang menulis perjalanan cintanya bersama almarhum suaminya. Kisah yang amat menyentuh dan heroik.

Banyak kisah inspiratif yang dia tulis. Mulai dari masa perkenalan hingga sang suami meninggal. Semua suka dan duka yang dialami ditulis secara terperinci.

Diskusi kami mengalir lancar. Hingga sampai pada satu topik penting tentang tanggung jawab moral. Yakni, menulis bukan sekadar menyampaikan ide, pengalaman, atau imajinasi semata.

Sebelum dipublikasikan, penulis juga harus mempertimbangkan dampak tulisannya. Misalnya, tulisan perjalanan cinta yang dialami perempuan tadi.

Kami diskusikan apakah setiap kisah cinta yang dialami harus ditulis secara vulgar? Apakah tidak perlu dipertimbangkan dampak terhadap anak atau pembaca?

Sebagai umat muslim, kami meyakini adanya amal jariyah. Jangan sampai kisah-kisah negatif kami ditulis secara vulgar, kemudian menjadi jariyah keburukan yang akan kami bawa hingga akhirat.

Perilaku-perilaku yang dilarang agama harus benar-benar disaring. Jangan sampai anak-anak kami atau pembaca mencontoh perilaku negatif kami.

Kalaupun ada perilaku negatif dalam kisah perjalanan hidup kami, upayakan itu disampaikan secara lebih samar atau bahkan dihilangkan saja. Bukan berarti kami sok suci, akan tetapi kami harus menjaga agar keburukan kami tidak berlanjut. Biarkan keburukan kami dibawa mati sementara kebaikan semoga terus mengalir menjadi amal jariyah.

Kami juga tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Siapa tahu satu saat ada yang mengidolakan kami. Lantas mereka membaca keburukan kami. Lalu mereka melakukan keburukan dengan alasan kami pernah melakukan juga. Sungguh celaka kami.

Oleh karena itu, kami menganggap bahwa suatu keburukan bisa saja ditulis dengan kemasan yang lebih inspiratif dan edukatif. Topik itu bisa dikemas dalam bentuk cerita fiksi seperti cerpen atau novel.

Dengan genre itu, sebuah kisah buruk bisa dikemas menjadi lebih edukatif dan inspiratif. Tentunya dengan catatan, kisah tersebut disajikan dengan baik sehingga pembaca mendapatkan pelajaran berharga dan tergerak untuk menghindari keburukan itu dan melakukan kebaikan.

Sebenarnya pertimbangan tanggung jawab moral itu didorong oleh pemahaman kami atas ayat-ayat Al-Qur'an yang kami baca. Khususnya QS Al-Ahqaf ayat 15, QS An-Naml ayat 19, dan QS Yasin ayat 12. Kami memahami ayat-ayat itu berkaitan dengan amal jariyah.

Untuk itu, kami berdoa semoga kami terhindar dari peninggalan-peninggalan yang jelek dan semoga kami mendapatkan kemampuan untuk melaksanakan banyak amal jariyah. Sungguh tidak ada daya dan upaya kecuali atas izin Tuhan Yang Mahakuasa.

RGS, 18 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun