Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bersyukur atau Tersungkur?

28 Maret 2024   09:45 Diperbarui: 28 Maret 2024   10:02 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.pexels.com

Perkembangan teknologi informasi rupanya bagai pisau bermata dua. Di satu sisi, banyak manfaat yang bisa kita peroleh. Banyak kemudahan yang kita terima.

Namun, di sisi lain, ternyata perkembangan ini sangat besar dampaknya terhadap kesehatan mental. Sekarang begitu mudah melihat progres hidup orang lain. Walaupun progres yang diposting merupakan kamuflase belaka.

Akan tetapi, diam-diam jangkauan yang semakin luas melihat kehidupan mewah orang lain membuat banyak orang terjerumus pada lembah lupa bersyukur. Kita menjadi mudah melihat kekurangan diri sendiri sehingga abai terhadap anugerah yang Tuhan berikan. Alhasil kita pun lebih banyak mengeluh daripada bersyukur.

Di samping peran teknologi informasi, cara pandang atau angan-angan juga memiliki pengaruh besar. Orang yang selalu memandang dirinya tak cukup dan angan-angan yang berlebihan telah menipu banyak orang. Seseorang menjadi serakah dan enggan bersyukur.

Padahal Tuhan telah begitu banyak menganugerahkan nikmat kepada kita. Ketika kita lahir, tak sehelai kain pun kita bawa. Namun, ketika memasuki alam dunia, jangankan kain, makan kita pun telah dicukupi oleh Tuhan.

Kita juga dianugerahi anggota badan yang berfungsi sedemikian rupa. Padahal kita tidak pernah tahu bagaimana setiap anggota badan dapat berfungsi dengan baik. Begitu banyak bagian-bagian dari tubuh kita yang bekerja di luar kendali kita. Semua bekerja dengan baik sehingga kita tetap dalam keadaan sehat.

Tuhan telah mengingatkan kita agar selalu bersyukur atas nikmat-Nya. Kita dilarang keras mengingkarinya. Dengan bersyukur, nikmat itu akan ditambah. Sebaliknya, jika kita ingkar maka kita akan tersungkur ke dalam azab-Nya yang pedih.

Kita bisa membayangkan azab itu berupa siksa di akhirat kelak. Akan tetapi, selain itu, ternyata keengganan untuk bersyukur juga mengganggu kesehatan kita di dunia ini. Telah banyak penelitian bidang psikologi yang menunjukkan bahwa bersyukur dapat mengurangi stres. Bersyukur dapat membuat seseorang lebih sehat secara mental.

Bersyukur bukan berarti pasif. Bersyukur tidak berarti kita diam dan tidak berusaha mengembangkan apa yang kita miliki. Sebaliknya, makna bersyukur adalah aktif.

Orang yang bersyukur adalah orang yang menerima dengan lapang dada terhadap takdirnya. Dia tidak akan berputus asa karena dia percaya bahwa anugerah Tuhan adalah yang terbaik. Dia juga tidak iri dan dengki terhadap nikmat orang lain karena dia percaya bahwa setiap orang memiliki nasib dan takdirnya masing-masing.

Selain itu, bersyukur juga bermakna memanfaatkan nikmat Tuhan dengan optimal. Seseorang yang diberi nikmat kelebihan harta maka dia bersyukur dengan berbagi atau meringankan beban ekonomi orang lain. Seseorang yang diberi nikmat berupa ilmu maka dia akan bersyukur dengan mengajarkannya kepada orang lain.

Dengan demikian, bersyukur tidak sekadar diungkapkan secara lisan. Lebih dari itu, bersyukur diungkapkan melalui amal-amal saleh yang membawa kebaikan kepada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar.

Dikatakan dalam hadis bahwa kelak di akhirat kita akan ditanya empat hal. Pertama, usia kita dihabiskan untuk apa. Kedua, usia muda kita digunakan untuk apa. Ketiga, bagaimana kita memperoleh harta dan dibelanjakan untuk apa. Keempat, bagaimana kita mengamalkan ilmu kita.

Hadis di atas sebenarnya mencakup keseluruhan hidup kita. Hal itu juga sangat berkaitan dengan cara kita mensyukuri empat hal di atas. Jadi, bentuk syukur aktif yang diharapkan adalah dapat mengoptimalkan usia yang kita miliki, usia muda, harta, dan ilmu.

Para nabi dan rasul adalah pribadi-pribadi yang banyak bersyukur. Kita dapat belajar dari mereka. Sebagaimana dicontohkan oleh nabi kita, yaitu Nabi Muhammad saw.

Dikisahkan, suatu ketika Nabi Muhammad saw salat tahajud sampai kakinya bengkak. Melihat itu, Sayyidah Aisyah bertanya, mengapa beliau melakukan itu padahal dosa-dosa beliau yang lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Tuhan.

Apa jawaban beliau? "Tidak bolehkah aku bersyukur kepada Tuhan?" Jawaban tersebut adalah jawaban yang luar biasa. Membuat kita harus banyak merenung, melakukan introspeksi terhadap diri sendiri.

Jika nabi yang maksum saja bersyukur sedemikian rupa, bagaimana dengan kita? Bukankah kita seharusnya jauh lebih banyak bersyukur?

Semoga kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang pandai bersyukur. Semoga Tuhan mengampuni segala kelalaian kita dan menganugerahkan kemampuan kepada kita untuk selalu bersyukur.

"Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim."
(QS. Al-Ahqaf 46: Ayat 15)

RGS, 27 Maret 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun