Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mungkin Letih, Tapi Tidak Berhenti

22 Maret 2024   20:16 Diperbarui: 22 Maret 2024   20:24 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.pexels.com

Setiap saat kita memang tidak pernah lepas dari ujian. Mungkin terkadang muncul pertanyaan, mengapa hidup ini begitu terjal. Ujian datang silih berganti. Tak jelas ujungnya. Rasanya seperti lorong gelap.

Terkadang ujian itu terasa amat berat untuk kita tanggung. Dalam proses melewatinya banyak air mata yang menetes. Banyak keringat yang mengucur. Banyak luka yang terpatri.

Sebagai manusia biasa, normal belaka bila kita pernah merasa letih. Kita ingin istirahat sejenak untuk melepas lelah. Namun, satu hal yang pasti, jangan sampai putus asa. Sebab putus asa tak pernah menyelesaikan masalah. Sebaliknya menimbulkan masalah yang lebih berat di kemudian hari.

Seletih apa pun menjalani ujian, kita harus percaya bahwa ujian adalah kawah candradimuka untuk menempa kita. Ujian akan menjadikan kita lebih kuat dan dewasa. Tak ada peningkatan kualitas hidup tanpa melewati ujian.

Oleh karena itu, yang perlu kita lakukan dalam melewati ujian adalah bersabar, tawakal, dan salat. Sabar tidak berarti pasif dan berdiam diri. Sabar yang dimaksud adalah kesabaran untuk terus melangkah. 

Kesabaran akan memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap optimis. Kita yakin bahwa di ujung lorong yang gelap pasti ada cahaya. Tuhan telah berfirman bahwa bersama kesulitan ada kemudahan. 

Kesabaran akan menciptakan sudut pandang berbeda dalam menghadapi ujian. Dengan sabar, kita akan lebih tenang sehingga mampu melihat hikmah di balik setiap ujian. Kita tak melihat gelapnya lorong kehidupan sebagai petaka. Justru bisa memanfaatkan gelap sebagai momentum untuk mendekatkan diri kepada Tuhan alam semesta.

Sabar yang diiringi ketekunan untuk terus melangkah akan mengantarkan kita semakin dekat kepada cahaya. Ibaratnya, bila kita tersesat di tengah hutan belantara, tak ada cara lain untuk bisa keluar kecuali terus melangkah. Berdiam diri bukan solusi. 

Terus melangkah walaupun tertatih jauh lebih baik daripada berdiam diri. Tenaga dan akal pikiran merupakan fasilitas istimewa dari Tuhan yang dapat dipakai untuk memecahkan setiap persoalan. Kita gunakan semua fasilitas itu untuk menghadapi setiap ujian yang datang.

Jangan ragu untuk meminta bantuan kepada orang lain. Meminta bantuan bukan berarti lemah. Sebaliknya, meminta bantuan dapat dipandang sebagai kesadaran diri bahwa kita adalah makhluk terbatas dan makhluk sosial.

Tuhan telah menganjurkan kepada kita agar saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Sejak awal kita memang diciptakan untuk bersama. Artinya, kita tidak ditoleransi untuk hidup individualis. Tuhan mengatakan agar kita bermusyawarah.

Kita tidak boleh alergi terhadap uluran tangan orang lain. Bisa jadi uluran tangan itu adalah uluran tangan Tuhan yang diwakilkan. Hanya saja kita tak mampu mengenalinya karena yang kita lihat adalah yang kasat mata.

Ada sebuah kisah tentang banjir besar pada masa nabi. Konon banjir itu memakan banyak korban. Kemudian ada seorang laki-laki yang hampir tenggelam. Namun, dia berusaha keras untuk berenang.

Lalu datang seseorang dengan perahunya. Dia menawarkan pertolongan. Namun, ditolak. "Aku tidak mau bantuan darimu. Biarkan Tuhan yang menyelamatkan aku," kata laki-laki yang hampir tenggelam itu. Mendengar itu, laki-laki berperahu pun pergi.

Tak lama kemudian, datang lagi laki-laki berperahu lain yang menawarkan bantuan. Akan tetapi, yang diterima juga penolakan. Peristiwa itu terjadi berulang hingga tiga kali. Namun, semua tawaran yang datang ditolak. Alhasil, laki-laki itu tenggelam dan meninggal.

Di akhirat, ditanyalah laki-laki itu oleh Tuhan mengapa bisa sampai meninggal? Dia dengan penuh keyakinan menjawab, "Karena Tuhan tidak menolongku."

Lalu apa jawaban Tuhan? "Tiga laki-laki yang membawa perahu untuk menolongmu itu adalah utusan-Ku. Kenapa kamu menolak?"

Sering kali pertolongan Tuhan itu amat dekat kepada kita. Namun, kita tak mampu mengenali. Kita tak mampu melihat dengan mata batin. Sebab yang sering kita andalkan adalah mata kepala dan emosi belaka.

Bisa jadi pertolongan Tuhan datang lewat orang-orang yang tidak kita kenal. Bisa jadi pula, pertolongan itu dari orang-orang terdekat kita. Bisa jadi pertolongan itu berupa materi atau fisik. Bisa juga pertolongan itu berupa nonmateri.

Dengan kesabaran dan ketekunan berusaha, mungkin kita akan lebih tenang sehingga mampu meraih pertolongan Tuhan. Tuhan begitu dekat, tinggal bagaimana kita mendekat kepada-Nya. Tuhan menerima dan mengabulkan doa-doa hamba-Nya, tinggal bagaimana kita mau mengangkat tangan dengan rendah hati dan penuh ketulusan untuk meminta kepada-Nya.

Sebesar apa pun ujian yang datang, Tuhan adalah tempat bersandar yang paling kokoh. Bersandar kepada Tuhan tak akan menciptakan rasa kecewa. Sebaliknya, menjauh dari Tuhan justru akan melahirkan malapetaka.

"Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan."

(QS. An-Nahl 16: Ayat 53)

Ramadhan, 22 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun