Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rakyat Butuh Gagasan Konkret, Bukan Abstrak dan Normatif

23 Agustus 2023   11:25 Diperbarui: 23 Agustus 2023   12:17 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: news.detik.com

Kandidat calon presiden telah muncul. Ganjar, Prabowo, dan Anies. Semuanya sibuk mencari dukungan. Berbagai strategi demi merebut hati rakyat dilakukan. Mulai dari turun ke masyarakat secara door to door hingga bermanuver agar viral.

Tak terkecuali, media massa juga terus menginformasikan pergerakan setiap capres. Alhasil, capres menjadi topik hangat yang selalu diperbincangkan di tengah masyarakat.

Berbagai media dipakai oleh para capres untuk membangun citra dirinya di tengah masyarakat. Rekam jejak disodorkan sedemikian rupa sehingga tampak mulus dan ideal. Sementara pihak lawan membantah dengan bukti-bukti celah yang dimiliki.

Di tataran petinggi partai politik pun tidak kalah sibuk. Mereka sibuk menyolidkan koalisi dan memastikan semua berjalan sesuai rencana. Ada koalisi gemuk dan koalisi ramping. 

Namun, benarkah koalisi menentukan kemenangan bagi capres cawapres? Sekilas, koalisi memang akan sangat menentukan. Potensi itu tidak dapat dipandang sebelah mata. 

Koalisi gemuk secara otomatis memiliki jumlah kursi yang lebih banyak. Setiap kursi memiliki massa di tengah-tengah masyarakat. Meskipun secara faktual pemilih DPR tertentu belum tentu memilih capres koalisinya, namun kemungkinan memilih capres sekoalisi lebih besar. Hal itu karena instruksi partai saat kampanye tentu menempelkan capres dukungannya.

Apalagi dalam sistem demokrasi, kuantitas memiliki kekuatan lebih daripada kualitas. Sepanjang jumlah pemilihnya melebihi batas minimal yang ditentukan maka seorang calon dapat menjadi pemenang. 

Akan tetapi, koalisi gemuk atau koalisi ramping tidak bisa dijadikan jaminan mutlak. Ada banyak variabel lain yang juga menentukan kemenangan capres. Oleh karena itu, upaya capres untuk merebut hati rakyat harus terus dilakukan.

Sayangnya, berbagai upaya yang dilakukan oleh capres untuk merebut hati rakyat masih sangat abstrak dan normatif. Sebagian capres memilih jalur aman dengan mempromosikan diri untuk melanjutkan program presiden sebelumnya. Cara seperti ini mengakibatkan capres tampak tumpul gagasan. Dia tidak memiliki daya kritis terhadap kebijakan presiden yang sedang menjabat dan tidak mampu menyodorkan gagasan konkret untuk kesejahteraan rakyat dan kemajuan negara.

Sebagian yang lain memilih untuk berbeda dengan presiden. Namun, ketika disoal terkait bagian yang akan dibuat berbeda, jawaban yang diberikan tetap saja ambigu. Bahkan gagasan yang disodorkan pun berputar-putar pada jawaban abstrak dan normatif.

Sebagai contoh jawaban abstrak dan normatif yang acap disampaikan oleh para capres adalah terkait penegakan keadilan. Sejak Indonesia baru didirikan hingga saat ini, semua berbicara tentang keadilan. Dalam Pancasila pun terdapat sila keadilan. Akan tetapi, kebijakan konkret terkait bentuk keadilan setiap presiden tidak sama. Kecenderungan setiap presiden mengimplementasikan keadilan sesuai dengan preferensi masing-masing.

Rakyat sebenarnya menanti konkretnya keadilan yang akan dilakukan para capres. Kebijakan apa yang akan dilakukan untuk mewujudkan keadilan. Sebab kalau hanya ucapan abstrak dan normatif, rakyat tidak perlu sibuk-sibuk mendengarkan atau membaca promosi capres. Rakyat dapat membaca Pancasila atau Pembukaan Undang-Undang 1945.

Di tengah perkembangan yang kian pesat, gagasan konkret sangat penting disodorkan. Apalagi bagi generasi masa kini yang sering dianggap suka berpikir cepat. Mereka tidak suka mendengarkan ceramah yang terlalu banyak berisi kata-kata indah, namun tak berguna. Rayat butuh sesuatu yang lebih konkret dan berguna.

Untuk itu, penting bagi capres untuk menyodorkan gagasan konkret kepada masyarakat, bukan gagasan abstrak dan normatif. Gagasan konkret lebih mudah untuk ditangkap dan ditagih di kemudian hari. Sementara gagasan abstrak dan normatif rawan terhadap alibi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun