Mohon tunggu...
Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

13 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yaah aku hanya orang kampung yang tidak tahu apa-apa." jawabnya dengan lugu.

"Ooh ya nek! kami baru saja meliput sebuah insiden pembunuhan di desa kapasan. Sebelum kami meninjau bakal lokasi proyek yang tengah diblokir itu. Nenek belum tahu kan kabarnya?”

"Aku malah tidak tahu, pada hal desa Kapasan itu tetangga kampung ini.

"Kejadiannya tadi malam Nek! seorang istri dibakar suaminya dibelakang rumahnya sendiri. Awalnya warga menyangka pelaku pembakaran sedang membakar sampah karena dijumpai banyak kertas kardus dan kertas folio disekitar lokasi pembakaran. Baru kemudian pagi harinya warga kampung di buat geger setelah seorang pemulung menemukan jasad seorang perempuan tanpa busana yang telah gosong disekujur tubuhnya.

"Masya allah!! Ujar Mbok Nah takjub sambil mengurut dada.

            Hanya berselang dua hari kemudian kisah pilu Mbok Nah dibalai Desa Rakusan lengkap beserta dua fotonya bersama Qohar terpampang disalah satu harian terbitan Ibu kota. Belum ada yang tahu perihal munculnya Mbok Nah diharian Ibu Kota itu. Tetapi dari pihak balai Desa hanya berselang satu hari setelah berita itu diturunkan para perangkat Desa Rakusan baru mengetahuinya. Begitu diketahui berita mengenai penuturan Mbok Nah yang blak-blakan disebuah harian Ibu Kota. Pihak pemerintah Desa Rakusan langsung geram dibuatnya. Dengan cepatnya bola liar berita itu menggelinding ke segenap sudut-sudut perkampungan. Di warung makan, pos kamling, musholla maupun masjid. Pak Lurah sendiri begitu melihat berita tentang kelakuan buruknya beserta jajarannya ditulis disebuah media massa terbitan ibukota, darah pak Lurah seakan ikut mendidih. Bagi Pak Lurah kewibawaannya kali ini benar-benar tercoreng, ditampar sekeras-kerasnya oleh perempuan Renta yang tidak mempunyai daya dan upaya. Mbok Nah sendiri semenjak berita mengenai profil dirinya diturunkan malah tidak tahu. Tetapi ia harus mengalah kepada nasib, pihak pemerintah Desa Rakusan menduga semua ini adalah sebuah rekayasa terencana, suatu permainan dari Mbok Nah seorang, sebuah permainan fatal yang tidak bisa dimaafkan. Berita itu dinilainya sudah lebih dari mencemarkan nama baik Desa Rakusan. Atas dugaan pencemaran nama baik itulah Mbok Nah kembali digelandang ke balai Desa Rakusan.

            Belum sepenuhnya pulih dari rasa sakit lahir bathin yang menderanya, Mbok Nah  harus menghadapi kembali kenyataan pahit. Berhadapan dengan manusia-manusia yang bertindak dan bersikap seperti anjing-anjing yang kelaparan. Kembali dihujani pertanyaan-pertanyaan konyol yang seharusnya tidak pantas untuk dipertanyakan. Kali kedua ditahan justru terasa lebih menyakitkan. Tetapi karena kali ini ia lebih siap lahir bathin sehingga tidak terlalu mengguncang jiwanya. Penahanannya kali ini tanpa ada kepastian kapan akan dibebaskan karena dari pihak pemerintah Desa Rakusan menyatakan masalah yang kedua kali ini masih dalam tahap pengkajian. Pada hal untuk mengkaji ulang terlebih dahulu bisa saja dari pihak pemerintah Desa mengulur-ulur waktu sebagai sebuah bentuk pembalasan. Sementara Qohar diusianya yang belum genap delapan tahun harus mulai membiasakan diri bolak balik dari rumahnya ke balai Desa Rakusan.perjalanan yang melelahkan untuk ukuran anak kecil seusia Qohar. Menjenguk neneknya saban pagi dan sore hari, mengantarkan makanan, pakaian dan keperluan lainnya.

Tiga hari berlalu, Qohar dengan setia menjenguk neneknya ditahanan gadungan itu. Hingga pada sore hari seusai pulang dari balai Desa Rakusan Qohar kedatangan dua orang tamu yang mengaku sebagai wartawan tempo hari, suatu kebetulan. Mereka terdiri dari pak Amin dan pak Puji.

"Nenekmu ada di rumah?" Kata  pak Puji kepada Qohar.

"Tidak ada, lagi di balai desa."

"Karena kami terburu-buru, ini ada sedikit uang sebagai ungkapan rasa terima kasih kami karena kemarin nenekmu mau meluangkan waktunya dengan kami untuk sekedar berbagi cerita dan peristiwa." Kata pak Amin sambil menyodorkan secarik amplop berisi uang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun