Mohon tunggu...
Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

13 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Itu lhoo itu." Tipu yang lain ikut nimbrung sambil  jari telunjuknya mengarah lurus ke arah orang yang tengah menjadi bahan tertawaan.

" Yang mana?" Tanyanya lagi." Ngaco kamu!"

"Lha wong kamu dikibuli kok mau." Ujar yang lain membuka tabir.

"Sudah tua kok gampang ditipu. "

"Mbok! sampeyan ini sudah tua perbanyak istirahat saja." Nasehat seorang yang memakai pakaian merah marun, lalu kemudian memohon diri pamit pulang.

" Wes poko'e tenangkan pikiran, perbanyak dzikir biar cepat sembuh." Ujar yang lain.

"Wes poko'e sing sabar Mbok!"

"Jangan lupa makan makanan yang bergizi."

“jangan lupa minum air putih yang banyak.”

"Kok makannya cuma bubur, mbok ya dibelikan sate atau ayam goreng gitu lho, uang banyak kok pengiritan." Gerutu yang lain dengan wajah cemberut sambil memberikan bungkusan plastik berwarna merah.

            Malam semakin larut, para ibu beserta anaknya satu persatu pamit pulang. Dari para tetangga itu Mbok Nah mendapatkan banyak buah tangan berupa roti, mie instan, sate ayam, lontong pecel, keripik singkong hingga kacang rebus. Setelah semuanya pulang Qohar membuka dan mencicipi sebagian oleh-oleh dari para tetangga itu tanpa harus menunggu perintah dari Mbok Nah. Melihat semangat cucu satu-satunya dalam membuka bungkus demi bungkus itu, guratan-guratan kecil diwajahnya mulai bertambah kerut. Menyiratkan sebuah kebahagiaan. Mbok Nah Semakin bertambah senang ketika melihat Qohar makan roti coklat belepotan. Ingatannya melayang jauh ketika Qohar masih lucu-lucunya, ia teringat tingkah polah Qohar sewaktu gagal menangkap anak ayam, berebut lauk dengan kucing sewaktu ditinggalnya mengambil air minum. Sewaktu ingin  belajar makan sendiri lalu di tinggalnya. Belum lama ditinggal nasinya tumpah lalu dengan terburu-buru di tutupinya dengan debu, pada hal waktu itu Mbok Nah melihat semuanya dari balik pintu. Teringat pula disaat ia membuatkan titilo jago tilo[4] membuat Qohar gembira bukan main, saking gembiranya kakinya kesandung dan terjatuh lalu menangis. Begitu mudahnya tawa itu menjadi tangis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun