"Kenapa tidak hati-hati, siapa nanti yang merawatku jika kamu juga ikut sakit?" Keluh Mbok Nah menghawatirkan keadaan Qohar.
"Tidak apa-apa Mak, nanti juga sembuh.?”
Diluar sana kabar miring mengenai persekongkolan Mbok Nah dengan orang-orang Chunghoa cepat tersebar. Orang-orang kampung yang masih lugu dan menganggap tabu kehadiran orang-orang asing itu terpancing oleh hasutan pihak-pihak yang tidak menyetujuinya. Satu bentuk kesalahpahaman yang kian mengakar dimasyarakat. Bumbu-bumbu dusta merasuk ke dalam sendi-sendi percakapan para ibu-ibu. Kabar yang beredar Mbok Nah kini menjadi berani kepada pemerintah Desa Rakusan semenjak bertemu dan bersekongkol dengan orang-orang Chunghoa.
Belum genap dua hari peristiwa balai Desa itu, kini kabar mengenai dirinya telah tersebar luas. Dari mulut ke mulut kesimpangsiuran kabarnya kian meluas. Kabarnya Mbok Nah mulai berani melawan pemerintah Desa Rakusan karena ada yang mendalangi, tersiar kabar pula Mbok Nah membantu pengusaha Chunghoa didalam upaya menguras sumberdaya alam dengan menguasai tanah ulayat warga. Jika semua itu terjadi dikhawatirkan akan mengganggu kearifan lokal yang telah lama mengakar dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kearifan lokal kian tercerabut dari akarnya, maka bukan tidak mungkin akan hilang mata pencaharian penduduk.
Satu gambaran kekhawatiran warga yang semakin menjadi-jadi. Berita itu menjadi topik hangat untuk diperbincangkan oleh ibu-ibu di kebun dan juga di sawah yang tengah memulai musim tanam. Kabar yang tak jelas juntrungannya itupun sampai juga ke telinga KH Idris, pemimpin pondok pesantren Attaubah sekaligus pembina dan pengasuh sebuah majlis taklim. Seorang Kiai yang dikenal ahli tafsir Al qur'an dan Hadits.
Di majlis taklim Attaubah asuhan KH Idris itu Mbok Nah mengaji dan menuntut ilmu selama ini. Begitu kuat pengaruh KH Idris di masyarakat, melebihi peran pemerintah. Setiap kali ada permasalahan yang mencuat, hanya kepada kiai yang menjadi jujugan masyarakat sekaligus sebagai tempat berbagi dan berkeluh kesah. Bagi KH Idris Amar Ma'ruf Nahi Munkar adalah suatu keniscayaan, harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar.
Setelah mengetahui adanya desas-desus penguasaan lahan oleh orang asing dari selentingan warga yang tak menghendaki adanya monopoli yang didasari oleh kesalah pahaman. Tanpa menunggu waktu lama Kiai Idris mengerahkan sebagian santrinya ke balai Desa Rakusan, menuntut agar lahan yang telah dibeli oleh pengusaha chunghoa supaya secepatnya dibatalkan dan segera diblokir jalannya. Sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sementara diwaktu yang sama KH Idris mengutus dua orang santrinya menemui Mbok Nah. Dalam pertemuan itu dua orang santri itu menyampaikan pesan dari KH Idris yang berisi himbauan agar Mbok Nah tidak usah lagi, hadir mengikuti pengajian majlis taklim yang diasuhnya karena telah dianggap mencemarkan nama baik majlis taklim. Di Majlis taklim yang di asuhnya sebulan sekali itu tidak menerima jama'ah yang mempunyai cacat moral macam Mbok Nah.
Tanah kapling yang telah dibeli beberapa hari yang lalu itu didatangi ratusan santri. Mereka membawa batu, kayu, minyak tanah dan peralatan lain untuk memblokir tanah kapling yang di anggapnya terlaknat itu. Dengan di bantu para pemuda kampung setempat, mereka semakin leluasa mengobrak-abrik tanah kapling yang sedianya untuk pembangunan pabrik kopra itu. oleh pak Yusuf dan pak Amin juga tidak luput dari amukan para santri dan pemuda-pemuda kampung, gubuk kecil berukuran dua kali dua meter itu ikut terbakar hangus hingga rata dengan tanah. Dengan dibakar semangat jihad mereka teriakkan yel-yel takbir sekeras-kerasnya, sekencang-kencangnya. Saling menyambung dan mengisi satu sama lain.
Allahu Akbar Allahu Akbar ! Allahu Akbar Allahu Akbar !
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109