Mohon tunggu...
Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

13 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yo wis kalau begitu kamu baca basmalah terus berdoa seperti biasanya terus tidur."

            Merasa dirinya sudah sembuh, dipagi buta tanpa sepengetahuan Qohar, Mbok Nah mengambil air wudlu lalu mendirikan sholat kemudian menuju dapur hendak menanak nasi. Diambilnya air dari sumur untuk mencuci beras lalu memasaknya. Karena airnya dirasa kurang iapun mengambil lagi ke sumur. Begitu air didapat lalu dibawa ke dapur, tetapi ia malah terpeleset dan jatuh didekat sumur hingga pingsan, kepalanya terbentur sebuah tiang bambu disamping sumur. Tak ada seorangpun yang mengetahui hal ini, beberapa saat kemudian Qohar terbangun dan tidak mendapati neneknya, iapun bergegas mencarinya, begitu ditemukan Qohar kaget bukan kepalang..

"Maknyak! bangun Mak!"

Setelah tersadar Qohar membantu memapahnya ke dalam bilik.

"Maknyak kan belum sembuh benar, kenapa tidak istirahat saja?" Dari kedua bola matanya seperti meleleh.

"Tidak apa-apa, nanti nasinya kalau sudah matang dibuat bubur saja."

"Sudah! jangan dipikirkan. Yang penting Maknyak sehat dulu."

             Setiap kali Mbok Nah mengangkat periuk dari tungku, Qohar seringkali melihatnya tanpa melapisi tatakan lain dikedua tangannya, ia pun mencobanya. Setelah dicoba ternyata tak semudah dengan yang ia bayangkan, antara berat dengan dimensi panas menyatu. Tak kuasa ia bertahan terlalu lama barang beberapa detik. Ketika periuk akan dipindah, ujung jari tangan kirinya tiba-tiba terkena bara api kecil yang menempel di dinding periuk, sehingga melepuh dan meninggalkan bekas luka.         

Bubur nasi putih itu telah matang dan tersaji di meja. Di ambilnya semangkuk buat dirinya dan semangkuk lagi buat neneknya. Bekas luka yang masih terlihat melepuh berusaha ia tutup-tutupi namun karena suatu ketidak sengajaan, lukanya terbentur mangkuk bubur disampingnya. Meski benturannya tidak terlalu keras tetapi ia telanjur mengaduh pelan secara spontan tanpa sengaja.

“Aduh!”

"Kenapa dengan tanganmu?"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun