Suatu hari aku pergi menyusul bapak ke pematang, jalannya melewati tengah kuburan. Biasanya di tengah kuburan itu memang tidak ada apa-apa. Tapi hari itu terasa ganjil, Aku berpapasan dengan kakek tua berbaju serba putih, ditangannya menggelantung seutas kain putih yang telah lusuh. Kakek tua itu melintas persis didepanku, jalannya tertatih-tatih, pakaiannya compang-camping dan kotor penuh dengan bekas tanah basah seperti habis dari sawah mengolah lahan. Dari kedua sorot matanya mengisyaratkan sebuah kekecewaan yang mendalam, tampak pucat dan sayu membiru seperti seseorang yang tengah menderita katarak. Rambut kakek tua itu meski pendek tapi terlihat acak-acakan seperti tak pernah disisir berbulan-bulan. Sebelumnya ku perhatikan kakek tua itu datang dari perkampungan, Aku sendiri merasa tidak pernah melihat dan mengenalinya. Karena saking penasaran Aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
"Dari rumah anakku." Jawabnya dengan suara lirih agak terbata-bata.
"Kok membawa kain putih cuma segitu? Untuk apa?" Tanyaku penasaran.
"Untuk peringatan. Sudah beberapa hari kuperingatkan anak-anakku. Sebenarnya tali pocongku belum dibuka, yang telah dibuka hanyalah kain di lapis pertama" Jawab Kakek tua itu dengan nafas tersengal-sengal.
"Masya Allah!!" Aku kaget, bulu kudukku berdiri dan seluruh kepalaku tiba-tiba seakan seperti diperban kuat-kuat,ditekan-tekan tanpa terlihat pelakunya.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109