“Tidak. Saya ingat piring.” Jawabnya serampangan.
“Kenapa tidak sekalian dimakan saja piringnya biar kenyang.” Timpal Mbok Nah seperti menantang Qohar sambil menahan senyum.
“Iya, nanti.” Ucapnya enteng sambil cengar-cengir.
“Kalau makan harus dihabiskan!” Perintah Mbok Nah sambil mengambil ember sekalian hendak mencuci pakaian.
Sehabis mandi dan mencuci pakaian, Mbok Nah memanggil Qohar dengan nada tinggi.
“Qohar! sini kamu!”
Diambilnya sapu lalu dipukulkan ke tubuh Qohar dengan keras. Sebagai sebuah bentuk hukuman demi kedisiplinan dan kemandirian karena sehabis makan tidak mencuci piringnya.
“Kenapa piringnya tidak kamu cuci?”
“Lupa Mak!”
“Apa? Ucapkan sekali lagi!”
Mbok Nah kali ini lebih tegas dari biasanya karena itu adalah sebentuk metamorfosa dari sebuah rasa sayang yang tulus darinya. Seandainya rasa sayang yang tulus itu telah lenyap dari dirinya maka cucu semata wayangnya akan dibiarkan begitu saja menjadi anak manusia liar yang hidup tanpa aturan. Sementara qohar hanya terdiam membisu, tak terucap sepatah katapun dari mulutnya, lalu tak lama kemudian ia melafadzkan beberapa patah kata.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109