Mohon tunggu...
Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

13 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada rasa malu ataupun canggung pada diri Rukini, karena memang telah menjadi suatu kebiasaan dan lambat laun menjadi suatu keakraban. Apabila ada pesanan sayuran dalam jumlah yang lumayan banyak biasanya pemesan akan mengganti ongkos, ongkos tenaga ala kadarnya.

Perempuan Tua itu mengeluarkan daun singkong dari balik selendangnya lalu memberikan seikat daun singkong yang lumayan besar untuk ukuran seikat daun singkong pada umumya. Perempuan Tua yang kesehariannya hidup bersahaja itu biasa dipanggil dengan panggilan Mbok Nah. Ada pula yang menyebutnya dengan sebutan Aminah, sesuai nama yang sebenarnya, Dwi Aminah. Di namakan demikian karena dirinya terlahir sebagai anak kedua. Dwi yang berarti dua, sebuah nama titisan turun temurun dari ajaran Agama nenek moyangnya. sebuah ajaran yang jejak-jejaknya masih bisa dilihat dan disaksikan hingga kini. Bvbbb

Kendati ia masih belum bisa melupakan ajaran-ajaran luhur Agama terdahulu yang disadari telah mengakar ke dalam sendi-sendi kehidupan orang-orang jawa pada umumnya, akan tetapi semua itu pada hakikatnya adalah suatu penjabaran dari sebuah toleransi semata dan bukan berarti harus selalu menaati ajaran-ajaran agama terdahulu. Diakui atau tidak ajaran-ajaran orang-orang terdahulu adalah peletak dasar kebudayaan Jawa yang santun, ramah dan bersahaja, karena itulah ia tidak akan membuang dan melupakan begitu saja ajaran-ajaran yang telah mengakar ke dalam sendi-sendi kehidupan orang-orang jawa semenjak ratusan tahun silam.

Perempuan tua bermata cekung itu tinggal dikampung bendo, sebuah kampung yang secara administratif ikut dalam kawasan desa Rakusan. Meski letaknya terpencil, ada satu kebanggaan yang melingkupi warga kampung bendo, karena dekat dan terasa menyatu dengan jalan raya lintas provinsi. Jalan raya lintas provinsi itu membelah tepat ditengah-tengah perkampungan, baru diresmikan enam tahun yang lalu, mulanya ratusan tahun yang lalu jalan itu adalah rel kereta api peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang tidak lagi terurus.

Pemerintah kala itu terpuruk tidak punya anggaran hanya untuk sekedar perawatan rel kereta api, sehingga rel sepanjang ratusan kilometer yang membentang diatas lahan dua provinsi itupun tidak lagi layak pakai, usang dan berjelaga disana-sini, baru kemudian beberapa tahun yang lalu lintasan rel kereta api itu disulap dan dialih fungsi menjadi jalan raya.

Di atas amben Mbok Nah mengakrabi sayurannya, mencuci bersih lalu menyimpannya diatas genuk yang berisi air supaya tetap terjaga kesegaranya, kemudian beranjak ke sumur membasuh kedua kaki dan tangannya hendak tidur siang. Tak lupa Sebelum merebahkan badannya dilihatnya sebuah kamar yang ditempati cucunya. Kamar itu berada tepat  disamping kamarnya. Ternyata kamarnya kosong. Qohar bocah berusia enam tahun, cucu satu-satunya itu tak ada dikamarnya, pada hal biasanya diwaktu siang Qohar biasanya tidur siang. Hanya diwaktu malam terkadang Qohar tidur bersamanya, itupun lebih karena ketertarikannya pada dongeng-dongeng dan ceritanya semata.

"Kemanaa cucuku. Pintu terbuka, ayam dibiarkan masuk. kemana ini orangnya" Gumamnya dalam hati.

"Mak ! Maknyak" Panggil Qohar dengan polos.

Perempuan tua itu lalu menoleh ke asal suara. Cucunya berlari ke arahnya sambil menangis. Ia mengernyitkan dahi.

"Ada apaaa?" Tanyanya penasaran.

"Gemak蜉1ku hilang !" Jawabnya dengan muka muram, dari kedua bola matanya terlihat basah oleh air mata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun