Usai bercerita sebagian perjalanan hidupnya semasa penjajahan, Mbok Nah tak mampu membendung kesedihan. Entah kenapa tiba-tiba kedua bola matanya sembab, tak kuasa menahan air mata mengingat kegetiran masa lalu. Qohar berusaha menghiburnya, memberi kesimpulan seraya bertanya.
“Jadi Maknyak dulu itu seorang pembunuh para tentara ? Aku jadi takut kalau melihat Maknyak..” Canda Qohar.
“Badanku malah jadi menggigil gemetaran karena melihatmu.” Balasnya dengan mimik serius.
“Kenapa Mak?”
“Lha wong kamu kayak tuyul, nggak mau pake baju.” Timpal Mbok Nah.
“Segera pakai bajumu, matahari sudah terasa semakin menyengat.” Sambungnya.
“Ya Mak, tapi?”
“Apa ?”
“Maknyak kok kelihatan” Canda Qohar sembari jari telunjuknya menunjuk lurus ke arah Mbok Nah.
“Kelihatan apanya?” Tanyanya dengan memperhatikan tubuhnya dari atas hingga ke bawah.
“Itu…?” kembali ujung jari telunjuknya menunjuk lurus.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109